Mengurus Dua Klub, Apakah Gede Widiade Melanggar Aturan?

By Ilyas Listianto Mujib - Jumat, 15 September 2017 | 19:32 WIB
Ekspresi Direktur Utama Persija Jakarta, Gede Widiade, dalam laga Persija kontra Mitra Kukar pada pekan keenam Liga 1 musim 2017 di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Jawa Barat, Minggu (14/5/2017). (HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLA/JUARA.NET)

Dalam dunia bisnis, punya banyak perusahaan itu sah-sah saja. Tak ada aturan khusus yang melarang dominasi dilakukan oleh satu kelompok atau perseorangan.

Bagaimanakah dengan sepak bola? Sekali pun punya duit yang berlimpah, dominasi kepemilikan tak bisa dilakukan di ranah lapangan hijau.

Dengan kata lain monopoli klub sepak bola tak bisa dilakukan.

Keberadaan Bhayangkara FC dan Persija Jakarta di Liga 1 musim ini tak lepas dari satu sosok yakni Gede Widiade.

Di kedua klub tersebut pengusaha asal Bali ini memiliki peran vital dalam membuat kebijakan untuk klub.

Jika merunut pada aturan FIFA, Gede dianggap melanggar aturan cross ownership (kepemilikan silang klub).

Sebab, ia memiliki saham di dua klub berbeda dalam satu liga.

(Baca Juga: Timnas Indonesia dan 3 Kartu Merah Tak Penting dalam Laga Penting Sepanjang 2017)

Padahal, aturan kepemilikan sepak bola sudah jelas, dalam regulasi FIFA disebutkan, tak diizinkan seseorang memiliki dua klub atau lebih di level kompetisi yang sama.

Namun, Joko Driono dalam beberapa waktu lalu pernah menyebutkan bahwa gede tak melanggar aturan tersebut.

Menurutnya, Gede tak memiliki saham di dua klub berbeda.

“Setiap klub diatur oleh badan hukum perusaahan, siapapun yang dipilih menjadi eksekuitf adalah kewenangan penuh shareholder (pemilik saham),” ujar Jokdri, Sapaan akrab Joko Driyono.

Sebagaimana diketahui, Gede saat ini memiliki sebagian besar saham di Persija Jakarta sekaligus Direktur Utama alias Chief Executive Operation (CEO), padahal di klub BFC Gede masih memiliki 10 persen saham.

Walaupun Ia sudah menanggalkan jabatannya sebagai CEO di BFC,  tetap saja sebagai pemegang saham ia masih memiliki kewenangan dalam pengambil kebijakan klub.

Gede pun mengakui bahwa dirinya masih menjadi owner dari BFC.

Namun, oprasional perusahaan sudah dipegang oleh manajemen profesional.

Ia hanya memberikan suport saja untuk klub dalam pengembangan bisnis perusahaan.

“Bhayangkara sudah dipegang oleh manajemen yang profesional, tapi saya masih selalu komunikasi dengan mereka (manajemen),” kata Gede kepada BOLA.

Kita mengerti tugas masing-masing. Saya tak bisa muncul untuk keduanya (Persija dan BFC), itu dianggap dua kaki dan melanggar aturan liga,” sambungnya.

Gede pun menambahkan, walau dirinya sibuk mengurus persija, BFC tetap masih ia perhatikan.

Menurunya, manajemen terus melakukan kordinasi dengan baik sehingga prestasi BFC juga sangat baik.

“Saya tak menganaktirikan BFC, saya tetap kasih masukan untuk mereka, disini pun saya masih memiliki wewenang untuk memberikan saran dalam hal perekrutan pemain,” ujar Gede sebelum menutup pembicaraan.