Kesederhanaan Zulkarnain Lubis yang Membawa Kejayaan Timnas Indonesia di Masa Lalu

By Muhammad Robbani - Kamis, 7 September 2017 | 20:27 WIB
Mantan pemain Timnas Indonesia, Zulkarnain Lubis. (FERNANDO RANDY/BOLASPORT.COM)

Timnas Indonesia pernah menikmati masa kesuksesan di level Asia pada periode 1980-an.

Pada saat itu, timnas pernah hampir lolos ke Piala Dunia dan melaju sampai ke babak semifinal Asian Games 1986.

Di semifinal Asian Games 1986 yang digelar di Seoul, Korea Selatan, timnas Indonesia menyerah  0-4 dari tuan rumah.

Papa laga perebutan medali perunggu, kembali timnas Indonesia kalah dari Kuwait. Kali ini skornya 0-5.

Setelah itu, tak ada torehan yang bisa dikenang karena timnas seret prestasi dan terus menemui kegagalan.

Trofi terakhir yang diraih timnas dan pantas dikenang mungkin hanya medali emas SEA Games 1987 dan 1991.

Padahal, di era tersebut Indonesia tak memiliki kompetisi yang dijalankan secara profesional karena hanya ada Kompetisi Perserikatan (amatir) dan Galatama (semiprofesional).

Legenda timnas, Zulkarnain Lubis, memberikan pendapatnya soal masalah ini dengan membandingkan prestasi Indonesia pada masanya dan saat ini.

"Saat ini, sepak bola rusak oleh perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Anak-anak sekarang itu memang latihan, namun mereka punya kegiatan lain."

"Di masa kami, kegiatan pemain cuma ada tiga, yaitu bermain di sungai, layangan, dan tentunya sepak bola. Kami tertempa secara alami, mandi di sungai itu sehat, ada tantangan, menyelam, atau lompat dari tempat yang tinggi," kata Zulkarnain kepada BolaSport.com.

(Baca juga: Ketua MPR RI Sebut Selebrasi Timnas U-19 Indonesia Penuh Makna)

Meski permainan yang tersedia saat itu hanya sederhana, secara tidak langsung melatih dan memberikan manfaat buat para pemain.

"Dalam bermain layangan, sebenarnya kami juga lebih banyak mengejar layangan, melompati pagar rumah orang. Hal itu melatih keliaran pandangan kami. Terakhir, ya bermain sepak bola itu sendiri."

"Pemain berbakat saat ini dirusak oleh teknologi. Lapangan tak ada lagi. Kalau dulu, di Medan apalagi di Binjai, banyak kebun dan asrama tentara yang memiliki banyak lapangan."

Mantan pemain Yanita Utama itu merasakan kondisi yang sudah sangat jauh berbeda saat ini.

"Hal-hal itulah yang hilang saat ini untuk sepak bola kita," tuturnya menjelaskan.