Bangsa Indonesia yang Pura-pura Cinta Sepak Bola

By Weshley Hutagalung - Jumat, 18 Agustus 2017 | 20:33 WIB
Timnas U-22 melawan Timnas Thailand U-22 dalam penyisihan grup B SEA Games XXIX Kuala Lumpur 2017 di Stadion Shah Alam, Selangor, Malaysia, Selasa (15/8). Pertandingan tersebut berakhir imbang 1-1. (HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLA/BOLASPORT.COM)

Sepak bola itu seharusnya memberi kehidupan, harapan, dan hiburan, bukan kematian.

Kompetisi di Tanah Air digelar dengan aturan yang sempat membuat hangat diskusi di mana-mana akibat “pemaksaan” pemain muda berusia 23 tahun di dalam tim.

Semua dijawab dengan mengatasnamakan kepentingan tim nasional.

“Sudah terlalu lama kita tidak menjadi juara, bahkan hanya di kawasan Asia Tenggara. Harus ada terobosan, termasuk aturan liga.”

Oke, alasan ini kemudian dapat dipahami dengan membutuhkan tingkat kedewasaan yang tinggi.

Ketika harga diri bangsa dipertaruhkan, kebijakan aneh itu akhirnya bisa diredam.

Demi medali emas SEA Games 2017, komposisi di dalam tim diutak-atik. Pemain muda kita butuh jam terbang (secara instan).

Saat kompetisi berjenjang tak berjalan, ditambah sanksi FIFA, keputusan untuk memoles regulasi kompetisi dengan memaksakan lima pemain U-23 sebagai starter menjadi harapan bagi kehadiran medali emas SEA Games 2017 di Malaysia.

Di tengah jalan, mendekati pergelaran SEA Games, aturan jumlah pesepak bola muda itu diubah lagi. Brrr!

Bila bukan karena harga diri bangsa lewat tim nasional, apalagi alasan kuat kali ini yang bisa diterima semua pihak?