Sensasi Siaran Langsung Sepak Bola di Radio Takkan Tergantikan

By Jalu Wisnu Wirajati - Senin, 11 September 2017 | 12:14 WIB
Ilustrasi penyiar radio di stadion sepak bola. (DOK. BBC)

 Laporan pandangan mata. Acara itu selalu saya tunggu sewaktu duduk di bangku sekolah dasar.

Lewat acara di Radio Republik Indonesia (RRI) itu, saya dan sejumlah pencinta sepak bola di mana pun berada akan bisa selalu mengikuti perkembangan tim kesayangannya yang tengah bertanding.

Siaran langsung pertandingan sepak bola pada saat itu memang belum seramai sekarang.

Para pencinta sepak bola nasional dan internasional, saat itu hanya bisa menunggu acara "Arena dan Juara" pada Jumat malam atau "Dari Gelanggang ke Gelanggang" pada Minggu siang, setiap pekannya di TVRI.

Menyimak siaran langsung sepak bola dari radio mungkin tak sejelas lewat layar televisi. Namun, ada sensasi berbeda yang ditawarkan ketika mendengarkannya.

(Baca Juga: Selamat Hari Pramuka! Bapak Pramuka Dunia Ternyata Mantan Kiper)

Kenikmatan pertama tentu saja adalah rangkaian kata dan kalimat dari penyiar RRI yang melaporkan secara langsung pertandingan tersebut. Keseruan itu salah satunya bisa dilihat dari prolog lagu "Kop dan Headen" P-Project pada 1994.

"Saudara-seadara, kami akan melaporkan langsung siaran pandangan mata di lapangan hijau. Nampak Robby Darwis sekarang sedang menguasai bola, berikan saja pada Yudi Guntara, Yudi Guntara lagi sodorkan pada Robby Darwis, Robby Darwis sodorkan lagi pada Yudi Guntara, sudah memasuki jantung pertahanaaaan.. Ahhhaaaayy! Apa yang terjadi saudara-saudaraaa.."

Kalimat-kalimat itu hanyalah secuil dari kreativitas para penyiar RRI ketika memberikan laporan pandangan mata. Kita bisa dibawa ke arena dan seolah-olah menyaksikan langsung pertandingan.

Hal itu jualah yang menjadi nilai lebih kedua dari siaran langsung sepak bola di radio, melatih daya imajinatif. Kita tak bisa tahu arah bola dan suasana di lapangan seperti apa, tetapi otak kanan kita pasti akan merespons begitu para penyiar RRI memberi laporan pandangan mata.

Buat orang Bandung, mungkin akan mengingat nama Didi Mainaki atau Pujo Hastowo alias McJo. Buat generasi yang lebih lama, pasti akan mengenal nama penyiar beken, Sambas.

(Baca Juga: Kisah Trent Alexander-Arnold - Dari Tukang Intip, Escort Tim, hingga Calon Penerus Gerrard)

Sebelum menjadi penyiar di TVRI, Sambas lebih dulu malang melintang di RRI. Dia merupakan penyiar yang jago mengolah kata dan mengocok emosi.

Ucapan-ucapan hiperbolis dari para penyiar RRI itu mungkin akan membawa imajinasi kita bahwa sedemikian serunya pertandingan. Padahal, bisa saja, bola masih berkutat di lapangan tengah.

Toh, hal tersebut tidak salah. Para pendengar pun menikmatinya. Bagaiamanapun, para suporter itu tetap merasa dekat dengan tim kesayangannya berkat para penyiar yang tak kenal henti mengoceh, dari menjelang kick-off hingga wawancara dengan tim seusai 90 menit pertandingan.

'Radio is a theatre of mind media. 'Indahnya' itu ada di imajinasi kita, di mana mungkin saja lebih seru di kepala kita daripada di lapangan," kata Ronal Surapradja, komedian dan penyiar di sebuah radio swasta Jakarta.

"Semua berkumpul mendengar radio dengan serius, padahal ini di luar karakter radio sebagai media selintas yang bisa dinikmati sambil melakukan pekerjaan lain," tuturnya lagi.

Seiring perkembangan zaman, pencinta sepak bola mulai bisa menikmati tayangan dengan lebih komplet. Tak hanya suara, pun visual dan teks melalui layar televisi.

Akan tetapi, segelintir orang dan termasuk saya, tak pernah mengesampingkan fungsi radio dalam menikmati siaran langsung.
Dalam beberapa kesempatan, kadang radio selalu dibawa ke stadion untuk bisa tetap menangkap keseruan para penyiar memberikan laporan sambil melihat langsung jalannya pertandingan.

(Baca Juga: Pahlawan Arsenal Vs Chelsea di Community Shield Ternyata Suka Bolos Sekolah demi ke Madrasah)

Ketika bergeser ke era internet, saya juga kadang menikmatinya via link streaming. Bukan untuk mengetahui jalannya laga, tetapi lebih ke arah nostalgia dan menikmati keseruannya.

Keberadaan televisi dan digital memang tak serta merta menggeser fungsi radio sebagai media selintas yang membuat kita selalu merasa dekat. Sebaliknya, keberadaan internet justru semakin membuat kita dekat dengan radio.

Tengok saja BBC. Mereka pertama kali mengudara melaporkan pertandingan Arsenal versus Sheffield United pada 22 Januari 1927. Sampai kini, medium radio tetap digunakan dan menjadi bagian dari media tersebut.

Melihat hal tersebut, mungkin ujar-ujar bahwa "Video Kill The Radio Star" tak lagi relevan. Buktinya, radio masih setia menemani dan laporan pertandingan sepak bola bisa dinikmati sampai saat ini. '

Selamat Hari Radio Nasional, 11 September 2017...