Ketika Si Merah Merasa Kelabu

By Anggun Pratama - Sabtu, 14 Oktober 2017 | 13:37 WIB
Reaksi pelatih Liverpool, Juergen Klopp (kanan), yang bersebelahan dengan Jose Mourinho dalam partai Liga Inggris di kandang Manchester United, Old Trafford, 15 Januari 2017. (OLI SCARFF / AFP)

 Pada 8 Oktober 2015, Juergen Klopp resmi menjadi manajer anyar Liverpool. Ia menggantikan Brendan Rodgers yang mengawali musim tersebut dengan buruk.

Setelah dua tahun, apa yang sudah Juergen Klopp bawa bagi Liverpool?

Satu hal yang menonjol adalah mengubah mentalitas tim. Ucapan Klopp di awal masa kepemimpinannya adalah mengubah segenap unsur klub, mulai dari staf, fan, dan terutama pemain, dari peragu menjadi mereka yang penuh keyakinan.

Sebelum era Klopp, aura Anfield kerap redup. The Kop hanya ramai dan penuh dukungan ketika Si Merah menang atau sedang unggul.

Stadion sepi dari teriakan saat kedudukan imbang apalagi sedang tertinggal. Hal ini terlihat di era Rodgers dan Klopp tak ingin kondisi tersebut berlanjut di masanya.

(Baca Juga: Direkrut oleh Klub Ezra Walian, Remaja Ini Buktikan Bahwa Menjadi Gamers Tak Selamanya Buruk)

Klopp pasti terinspirasi dari pendukung di tribun Opel Arena milik FSV Mainz dan Westfalenstadion kepunyaan Borussia Dortmund.

Kedua kelompok suporter tersebut sangat vokal mendukung tim masing-masing, bahkan dalam keadaan terburuk sekalipun.

Tembok merah di Mainz dan tembok kuning di Westfalen tetap lantang menyanyikan You'll Never Walk Alone kala tim mengalami kesulitan.

Klopp ingin tembok merah di Stadion Anfield memiliki spirit serupa. Apalagi, Si Merah juga punya lagu kebangsaan sama dengan Mainz dan Dortmund.