Turnamen Pramusim yang Melelahkan untuk Dipahami

By Weshley Hutagalung - Kamis, 15 Februari 2018 | 22:23 WIB
Seorang suporter mencium kaki striker Persija, Marko Simic, di laga leg pertama semifinal Piala Presiden 2018 kontra PSMS Medan di Stadion Manahan, Solo, Sabtu (10/2/2018). (GONANG SUSATYO/BOLASPORT.COM)

 Emirates Cup, International Champions Cup, dan Audi Cup. Turnamen ini adalah laga pramusim bagi klub-klub di luar negeri yang aksi mereka kerap kita nikmati lewat layar kaca.

Ada sebuah kesamaan yang bisa kita lihat dari ajang pramusim di luar negeri. Atas nama pemasaran, setiap tim memang diharapkan membawa skuat terbaik termasuk bintang mereka.

Namun, tidak ada kewajiban membawa pemain yang baru membela tim nasional di sebuah turnamen internasional seperti Piala Dunia atau Piala Eropa dan Copa America.

Mengikuti turnamen pramusim bukanlah target utama dalam membangun tim.  

Ajang ini merupakan sarana bagi pelatih untuk melihat dan menguji tim yang dibentuk untuk berkompetisi di musim yang baru. Termasuk memberi jam terbang bagi pemain lapis kedua.

Tujuan lain? Dari ajang International Champions Cup 2017, kubu Manchester United menerima upah tampil sebesar 20 juta pound alias nyaris mencapai 377 miliar rupiah. Bisnis!

Juventus dan PSG menerima 12 juta pound atas tiga penampilan mereka di Amerika serikat dalam ICC 2017.

(Baca Juga: Apakah Pesepak Bola di Eropa Tetap Digaji Ketika Cedera?)

Tentu angka-angka di turnamen pemanasan tersebut tak bisa dibandingkan dengan “upah” menjuarai Piala Presiden 2018.

Juara Piala Presiden 2018, yang kini berstatus laga pramusim, "hanya" menerima uang sebesar 3,3 miliar rupiah.

Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 300 juta rupiah yang diberikan kepada Arema FC selaku juara Piala Presiden 2017.

Mengikuti Piala Presiden di babak penyisihan membuat klub peserta tak perlu mengeluarkan uang karena menerima “ongkos jalan” sebesar 100 juta menuju kota tuan rumah.

Kubu tuan rumah pun tak ketinggalan mengisi kas keuangan karena mendapatkan “uang lelah” yang menggiurkan, 800 juta rupiah.

Bisa jadi sikap ngotot tim-tim peserta Piala Presiden untuk menang dapat diterima karena dari situlah mereka mengisi kas klub yang tak rutin terisi. Plus, gengsi meraih gelar juara. Maklum, ada embel-embel Presiden di nama turnamen.

Satu kemenangan di Piala Presiden 2018 diganjar hadiah 125 juta rupiah. Hasil imbang berdampak pada pemasukan 100 juta dan kalah 75 juta rupiah.

Namun, kenapa klub yang di awal keikutsertaan laga pramusim ini menurunkan tim pelapis lalu berbelok arah lebih serius ingin menang ketimbang all out di turnamen resmi berskala Asia?

Adalah wajar kehadiran turnamen seperti Piala Presiden disambut hangat bak mengobati kerinduan menyaksikan liga resmi ketika federasi sepak bola di negara ini tak bisa memutar roda kompetisi.

Akan tetapi, posisi dan gengsi turnamen yang kemudian ditempatkan pada laga pramusim seolah menyaingi liga resmi yang akan digelar dalam waktu dekat. OMG!

(Baca Juga: Sergio Aguero Ikuti Jejak Legenda Manchester United di Liga Champions)

Oh ya, bahkan kabarnya jadwal roda kompetisi resmi bergeser demi memberikan jalan bagi turnamen pramusim yang lain. Bisnis?

Dalam sebuah perbincangan dengan pelatih sepak bola di Tanah Air, problem yang sangat mengganggu klub disebutnya ketidakkonsistenan pengelola liga. Sepakat!

Sulit bagi pelatih mengatur waktu program bagi timnya ketika jadwal berubah-ubah tanpa alasan yang jelas. Juga plintat-plintut aturan, seperti status keberadaan pemain berusia 23 tahun dalam tim.

Mungkinkah jadwal resmi kompetisi diluncurkan kurang dari 30 hari sebelum liga dimulai?

Bila Anda tinggal di Indonesia, anggukan kepala adalah jawabannya.

Mungkinkah jadwal kompetisi diubah tanpa penjelasan yang kuat bagi pelatih untuk membongkar program kepelatihan yang telah mereka susun? Angguk lagi deh.

Mungkinkan jadwal pramusim begitu dekat dengan kick-off pertama kompetisi resmi? Anda tahu jawabannya.

Seorang pelatih perlu tahu ke stadion mana ia akan membawa tim asuhannya di laga-laga perdana. Persiapan bukan melulu soal akomodasi dan transportasi, juga faktor fisik pemain bila menempuh perjalanan jauh.

Kembali ke turnamen pramusim di tanah Air, ada pelatih yang mengaku tak berminat menginstruksikan timnya tampil all out memburu gelar juara.

“Bagi saya, yang namanya turnamen pramusim itu bertujuan mencari kerangka tim, melihat kelemahan tim, dan semakin membuat solit tim yang sudah ada. Kecuali, tim yang ia asuh tak banyak berubah dari tahun ke tahun,” ujarnya.

(Baca Juga: Bintang Manchester City Ini Jadi Pemain Paling Suci se-Eropa)

Akhirnya, mari mengingat salah satu target yang diberikan kepada pelatih timnas kita, Luis Milla. Gelar juara Piala AF 2018 sungguh sangat dirindukan.

Lalu, sudahkah kita memberikan jalan bagi tim pelatih timnas untuk menyiapkan pasukan Garuda Merah-Putih berdasarkan kompetisi yang rapi dan berkualitas?

Jangan sampai kaki-kaki para pemain yang terpilih masuk timnas untuk Asian Games 2018 dan Piala AFF 2018 sudah keburu letih di laga pramusim dan terkulai di paruh pertama kompetisi. Alamak! @weshley