Persipura, Agnes Monica, dan Piala AFC dari Sudut Pandang Orang Kota

By Estu Santoso - Kamis, 15 Februari 2018 | 13:21 WIB
Kapten sekaligus penyerang Persipura, Boaz Solossa bersama empat rekan setimnya; Ian Kabes, Marinus Wanewar, dan Muhammad Tahir (kiri ke kanan) dalam laga Liga 1 musim 2017. (HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLASPORT.COM)

mehek jelang bergulirnya musim 2018, tetapi mereka sanggup menembus Piala AFC 2018. Minimal, usaha Persipura hampir sama dengan Agnes Monica untuk meng-internasional.

Kenyataan itu jauh berbeda dengan Persija dan Bali United, yang baru saja kalah di Piala AFC 2018 pada laga perdana.

Kabarnya, sekali lagi kabarnya, dua klub yang berasal dari ”kota” ini lebih konsentrasi ke Piala Presiden 2018.

Padahal, Piala Presiden 2018 adalah turnamen pra-musim yang cuma bergengsi di negara. Sedangkan Piala AFC 2018 adalah bagian rangkaian perjalanan penting musim ini.

(Baca juga: Terdampar Sebagai Juru Kunci, Klub Malaysia yang Dibela Ferdinand Sinaga Genting)

Ingat contoh mewah dari Eropa, Arsene Wenger atau Zinedine Zidane harus menerima kecaman saat posisi mereka di kompetisi domestic belum aman ke Liga Champions.

Sebab, para pengkritik, para penyinyir, hingga para fanatik itu sadar kalau liga lokal harus berprestasi demi menyongsong kompetisi regional.

Semua itu beda dengan yang terjadi di Tanah Air, yang saya sebut sebagai Chauvinisme Sepak Bola Indonesia.


Bek Bali United, Demerson Costa berlutut setelah merayakan gol bersama rekan-rekannya setelah membobol gawang Sriwijaya FC pada semifinal leg kedua Piala Presiden 2018 di Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, Rabu (14/2/2018) malam.(YAN DAULAKA/BOLASPORT.COM)

Sejak jaman dulu, enggak dulu-dulu banget sih, tepatnya mulai era kompetisi antar klub level Asia diperhitungkan sejumlah negara, cara pandang dari Indonesia masih biasa saja.