Jangan Main-main sama Orang Surabaya

By Persiana Galih - Kamis, 15 Maret 2018 | 22:29 WIB
Pelatih Pacific Cesar, Kencana Wungu (dua dari kiri), Direktur IBL, Hasan Gozali (tengah) dan asisten pelatih Stapac Jakarta, Antonius Ferry Reinaldo pada acara jumpa awak media, Kamis (8/3/2018) di Surabaya. (TB KUMARA/BOLASPORT.COM)

(Baca juga: Setelah Voli, Samator Kini Juga Berkomitmen di Kancah Basket Putri Indonesia)

Sepak Bola

Sebenarnya, tragedi walk out dalam pertandingan olahraga bukan saat ini saja. Atau, saya kerucutkan lagi, bentuk protes itu bukan hanya saat ini dilakukan oleh orang-orang Surabaya.

Tiga tahun lalu, pada 2015, Bonek FC, yang saat ini status penggunaan lisensi timnya sudah berubah menjadi Bhayangkara FC, memilih meninggalkan pertandingan karena tak terima dengan keputusan wasit yang memberi penalti untuk lawan mereka, Sriwijaya FC.

Kedua tim bertemu di babak perempat final Piala Presiden 2015.

Di menit sebelas pertandingan leg kedua perempat final itu, Bonek FC ditarik keluar oleh tim pelatih mereka, dan membuat pertandingan sempat dihentikan selama 20 menit sebelum wasit meresmikan pertandingan berakhir dan dimenangi oleh Sriwijaya FC.

Kronologinya, Rizky Dwi Ramadhana, pemain Sriwijaya FC, melepaskan tembakan dan membentur pemain bertahan bonek FC di kotak penalti. Wasit Jerry Elly langsung menunjuk titik putih, dan memberi kesempatan Sriwijaya FC untuk mengeksekusi penalti.

Ofisial Bonek FC tak terima dengan keputusan itu.

Mereka lantas meminta panitia—juga wasit—untuk melihat tayangan ulang. Hasilnya: jelas terlihat bahwa bola tak menyentuh tangan pemain bertahan Bonek FC melainkan dadanya.

Ups, pantes walk out.