Semangat Kartini yang (Masih) Samar di Sepak Bola Indonesia

By Aulli Reza Atmam - Sabtu, 21 April 2018 | 10:19 WIB
Pelatih timnas putri Indonesia, Satia Bagdja Ijatna, memberi arahan dalam sesi latihan di National Youth Training Centre (NYTC) Sawangan, Depok, Jawa Barat, Selasa (6/3/2018) pagi. (HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLASPORT.COM)

Hari Kartini selalu memancarkan semangat emansipasi kaum perempuan. Namun, dalam ranah sepak bola di Indonesia, semangat itu sayangnya masih samar. 

Berbicara soal Hari Kartini yang jatuh setiap tanggal 21 April, wacana yang selalu menyertainya sudah tentu emansipasi alias upaya persamaan derajat dan hak perempuan.

Semangat emansipasi ini berangkat dari pengalaman hidup Raden Ajeng Kartini sendiri pada masa mudanya, di mana ia melihat para perempuan pribumi berada di posisi yang begitu rendah dalam tatanan masyarakat.

Kartini yang mengenyam pendidikan ala Belanda, sesuatu yang hanya bisa dinikmati sebagian kecil golongan pada masa itu, merasa terpanggil untuk mengubah keadaan.

Saat itu, Kartini melihat kaum perempuan di sekitarnya terkerangkeng dalam budaya yang membatasi dan menghambat kemajuan serta pengembangan diri.

Melalui surat-surat yang kemudian dibukukan dengan judul Door Duisternis Tot Licht atau Habis Gelap Terbitlah Terang oleh Jacques Henrij Abendanon, Kartini pun menumpahkan pemikiran sekaligus 'sentilan' terhadap situasi yang ada di sekitarnya.

"Apa penyebab wanita sampai dapat dijadikan objek kesenangan kaum pria, seakan-akan mereka tidak mempunyai pikiran dan pendapat atau perasaan sendiri?" Demikian salah satu pertanyaan Kartini dalam suratnya.

Memandang Perempuan di Sepak Bola Indonesia

Puluhan tahun telah terlewati sejak era Kartini. Semangat emansipasi perempuan pun terus bergaung di berbagai ranah.

Tapi kalau dikaitkan dengan sepak bola, mohon maaf, harus diakui semangatnya masih samar.