Surat dari Rusia - Tukang Palak dan Pura-pura Bego

By Herka Yanis Pangaribowo - Selasa, 10 Juli 2018 | 16:30 WIB
Herka Yanis Pangaribowo, fotografer Tabloid BOLA yang meliput langsung Piala Dunia 2018 di Rusia. (ISTIMEWA)

Halo pembaca, saya menulis surat ini di Media Centre Kazan Arena sambil menunggu laga Brasil versus Belgia di babak perempat final Piala Dunia 2018, Jumat, 6 Juli 2018.

Oh ya, setelah sekitar 25 hari di Rusia saya satu kamar dengan rekan Firzie Idris, untuk perjalanan kali ini kami harus berpisah dan saya berjalan bersama Wartawan Kompas, Yulvianus Harjono.

Firzie berada di Sochi untuk laga Rusia melawan Kroasia. Saya tiba di Kazan dari Moskow pada hari Kamis (5/6) setelah menempuh perjalanan menggunakan kereta selama 11 jam.

Siangnya, saya mengunjungi sebuah tempat perbelanjaan dengan sasaran salah satu gerai makanan di sana.

Ada gerai makanan Indonesia di sana. Siang itu, saya mencoba masakan daging sapi lada hitam. Lumayan untuk obat kangen Indonesia.

(Baca Juga: Piala Dunia 2018 - Saat Nasi Goreng Jadi Bahasa Universal)

Pada 6 Juli, saya tiba di media centre pada pukul 01.00 siang waktu Rusia, 8 jam sebelum partai Brasil vs Belgia.

Yang saya lakukan ketika pertama kali tiba di media centre adalah “daftar ulang” untuk mengambil tiket fotografer. Selanjutnya meminjam kunci loker ke volunter yang bertugas.

Setelah itu, saya memasukkan barang-barang ke loker dan keluar menggunakan kamera dan lensa secukupnya untuk memotret aktivitas suporter yang datang.

Namun, karena pertandingan masih 8 jam lagi, aktivitas suporter belum muncul.

Saya ke media centre membawa semua peralatan termasuk baju ganti karena sudah check out dari tempat menginap.

Setelah pertandingan Brasil lawan Belgia kelar, sekitar pukul setengah satu malam

waktu Rusia, saya melanjutkan perjalanan ke Samara untuk laga Inggris melawan Swedia.

Jarak Kazan ke Samara berkisar sekitar 350 km.

(Baca Juga: Melirik Sejarah Industri Otomotif Uni Soviet di Sochi)

Transportasi ke Samara ini agak susah, tiket kereta yang gratis maupun komersial sudah habis minggu lalu.

Tiket pesawat berharga sekitar 6 jutaan rupiah, terlalu mahal.

Untung kami dibantu Camelia, seorang volunter di Media Centre Kazan Arena.

Melalui sistem car sharing, kami akhirnya menumpang mobil Vladimir, seorang warga Kazan yang akan menuju Samara.

Di dalam mobil total ada 8 orang, yakni satu supir warga Rusia, dua penumpang warga Rusia, dua warga Indonesia, satu warga Belarusia dan Jepang.

Samara adalah kota kelima saya selama bertugas di Piala Dunia 2018. Untuk pertama kali pula saya takut keluar apartemen.

Bagaimana tidak? Sesampainya di Samara dari Kazan sekitar pukul 06.00 pagi waktu lokal, saya dan Yulvianus Harjono didatangi empat orang.

Mereka berbicara menggunakan bahasa Rusia. Melalui aplikasi penerjemah bahasa, saya tahu itu artinya mereka meminta uang.

Ya, jalan satu-satunya adalah pura-pura bego dan berharap host apartemen tempat kami menginap segera datang.

(Baca Juga: Inggris, Raja Gol Sundulan)

Puncak kegelisahan saya adalah ketika salah satu dari mereka memberikan bahasa tubuh berupa ancaman dengan menaruh jari tangan di leher.

Setelah sekitar 10 menit, akhirnya Oleg, tuan rumah apartemen, datang dan menasihati kami agar jangan mendekat ke orang-orang itu. Ternyata, wilayah tersebut memang daerah kriminal.

Pada Senin malam (9/7), dari Moskow saya kembali bergeser ke Saint Petersburg menggunakan kereta selama 11 jam untuk laga semifinal antara Belgia vs Prancis.

Di sana sudah ada wartawan Harian Kompas, Herpin Dewanto.

Akhirnya, saya sudahi tulisan ini dari meja kerja yang menjadi satu dengan dapur di apartemen di Moskow yang merupakan base camp tim peliput Kompas Gramedia pada Senin (9/7).

Yang spesial, saya berjumpa kembali dengan nasi setelah terakhir bertemu pada 5 Juli di Kazan.

Terima kasih Alvi Apriayandi (Kompas TV) yang menjadi chef pagi ini. Salam dari Rusia.