Luka-luka Lukaku, Ratapan Itu Terasa Haru Usai Belgia Mengalahkan Panama

By Hery Prasetyo - Selasa, 19 Juni 2018 | 20:15 WIB
Striker timnas Belgia, Romelu Lukaku (9), merayakan gol ke gawang Panama dalam laga Grup G Piala Dunia 2018 di Fisht Stadium, Sochi, 18 Juni 2018. (NELSON ALMEIDA/ AFP)

Striker timnas Belgia, Romelu Lukaku begitu gembira saat mencetak gol ke gawang Panama pada penyisihan Piala Dunia 2018 Grup G, Senin (18/6/2018).

Dia langsung menuju kamera dan mengucapkan sesuatu, sebelum kedua tangannya menutup mulutnya.

Ada suasana getar perasaan haru yang begitu kuat.

Meski dia megatakan tak mengucapkan sesuatu, namun pernyataan berikutnya mengungkap banyak hal tentang dirinya.

Lukaku merasa, sebagian orang Belgia menginginkan dia gagal.

Tapi, Lukaku justru mencetak 2 gol dan membawa Belgia menang 3-0.

(Baca Juga: Tiga Striker Naturalisasi Era Luis Milla di Timnas Indonesia)

Menurutnya, sebagian suporter Belgia tak mendukungnya karena tak menyadari betapa berat hidupnya di masa lalu dalam cengkeraman kemiskinan.

"Jika Anda tak bersamaku ketika aku tak memiliki apa pun, maka Anda tak bisa memahamiku," ujarnya.

"Ketika aku ke Chelsea dan tak dimainkan, aku mendengar mereka menertawakanku."

"Ketika aku dipinjamkan ke West Brom, aku juga mendengar mereka menertawakanku," tuturnya.

Lukaku memang besar di keluarga miskin, bahkan sering hanya makan sereal yang diguyur air.

"Tapi ini keren. Orang-orang itu tak bersamaku ketika kami menuangkan air ke sereal," jelasnya.

Karena keadaan itu, Lukaku bertekad kuat untuk berjuang mengubah keadaan lewat profesi sepak bola.

Dia ingat bagaimana saat menjalani debut di klub kotanya, Anderlecht, setelah tampil menonjol di klub sekolah.

"Ketika berumur 11 tahun, aku bermain untuk tim junior Lierse. Salah satu orangtua pemain tim lain berusaha menghentikanku bermain." aku Lukaku.

(Baca Juga: Mantan Bek Manchester United Kapok Mengunjungi Rumah Cristiano Ronaldo)

Lalu Lukaku mengingat kata-kata orang itu, "Berapa tahun anak ini? Mana KTP dia? Dari mana dia?"

Lukaku juga merasa betapa media awalnya tak terlalu mengapresiasi dirinya.

Ketika Lukaku menjadi striker yang terkenal, media menyebutnya, "Romelu Lukaku, striker Belgia."

Tapi sebelumnya mereka menyebut dirinya, "Romelu Lukaku, striker Belgia keturunan Kongo."

Berbagai penilaian dan sikap miring kepadanya itu jelas melukainya.

Namun, justru luka-luka itu yang menyemangati Lukaku untuk terus maju.

Maka, dia begitu bangga ketika dibeli Manchester United dari Everton.

Dia pun membalasnya dengan mencetak 27 gol dalam debut musimnya bersama MU.

Lukaku memiliki adik yang juga pemain bola, Jordan Lukaku.

(Baca Juga: Seorang Nenek Dianggap Jadi Jimat Kemenangan Meksiko Atas Jerman)

Pemain yang bergabung dengan Lazio itu juga sempat masuk tim nasional Belgia.

"Dua anak dari rumah yang sama, situasi yang sama," ujarnya soal adiknya.

"Aku ingin mengingat memiliki masa-masa indah. Hidup sangat singkat untuk stres dan drama," katanya.

Meski mendapat kritik, Lukaku sangat bangga membela timnas Belgia dan ingin menjadi legenda.

"Jika Anda tidak suka gaya sepak bolaku, itu tak masalah. Tapi, aku tumbuh di sini di Antwerp, di Liege dan Brussels."

"Aku ingin menjadi pesepak bola terbaik dalam sejarah Belgia. Itu cita-citaku. Bukan (pemain) bagus atau pemain hebat, tapi pemain terbaik," tegasnya.

"Aku bermain dengan banyak kemarahan, karena banyak hal. Karena banyak tikus berlarian di apartemen kami. Karena aku tak bisa melihat pertandingan Liga Champions," tuturnya.

"Juga, karena bagaimana orangtua dari anak-anak lain memandangku."

Penderitaan ekonomi dan cibiran, juga hinaan, memang menjadi luka-luka hidupnya.

Memang tak bisa hilang begitu saja, tapi luka-luka itu justru dimanfaatkan Lukaku untuk menjadi yang terbaik.

Semoga sukses, Lukaku!