Ini Perbedaan Atlet eSports dengan Para Pecandu Game

By BolaSport - Senin, 10 September 2018 | 19:40 WIB
Pakar kejiwaan anak, keluarga, dan pendidikan dari Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani, dalam konferensi pers peluncuran High School League 2018 di Hotel Atlet Century Park, Jakarta pada Kamis (6/9/2018). (FIRZIE A. IDRIS/BOLASPORT.COM)

Menggeluti olahraga elektronik eSports kerap kali menimbulkan stigma negatif kepada para pemain. Jam bermain yang sangat tinggi dan kurang beristirahat, menjadi dua cap negatif yang biasa disebutkan apalagi di masyarakat yang masih asing dengan olahraga elektronik tersebut. 

Penulis: Samuel Agung Pratama

Namun, Anna Surti Ariani, pakar kejiwaan anak, keluarga, dan pendidikan dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara para penggelut olahraga eSports dengan mereka yang mengalami kecanduan.

Perbedaan mendasar antara para profesional olahraga eSports dengan para pecandu Anna jelaskan melalui terdapatnya target pribadi yang jelas pada diri para profesional.

Target pribadi ini Anna gambarkan melalui disiplin tinggi dan target yang jelas serta terukur, sedangkan para pecandu cenderung bermain tergantung pada mood mereka.

"Kalau eSports, disiplinnya jelas. Kalau yang gaming disorder, sebenarnya tergantung mood. Kalau dia lagi capek, ya engga. Kalau misalnya lagi mau, ya main," jelas Anna pada konferensi pers peluncuran High School League 2018 di Hotel Atlet Century Park, Kamis (6/9/2018).

"Gak bisa tuh kalau misalnya mau berprestasi di eSports. Gak mungkin tergantung mood," tuturnya lagi.

Menurut Anna, saat ini para ahli sedang mengusulkan satu kondisi kejiwaan tertentu untuk dimasukkan ke dalam Diagnostic and Statistical Manual (DSM), sejenis kitab para psikolog dan psikiater dalam memberikan diagnosis ketika seseorang mengalami gangguan tertentu.

Kondisi kejiwaan itu Anna sebut sebagai internet gaming disorder.

Usulan terkait internet gaming disorder ini didasarkan pada munculnya fenomena kecanduan yang menyelimuti para pecinta video-game.

Hal inilah yang terkadang menimbulkan munculnya pemikiran umum bahwa para penikmat game seperti Mobile Legends dan DOTA 2 sudah pasti kecanduan.

Dengan adanya usulan ini, diharapkan cap negatif tidak akan diarahkan begitu saja kepada para pemain eSports.

(Baca Juga: Berita Liga Inggris - De Gea Beruntung, Gol Danny Welbeck Akan Disahkan jika Terjadi di Level Klub)

Dalam penjelasannya, Anna juga menjelaskan bahwa permainan eSports dapat melatih kemampuan koordinasi antara tangan dan mata. Namun, kemampuan ini dapat dilatih secara baik hanya jika tubuh dalam kondisi yang prima.

Makan makanan yang sehat dan istirahat cukup merupakan kunci penting.

"Hand eye-coordination ya, itukan kayaknya, kesannya cuman jari-jari daong. Namun, tidak mungkin jari-jarinya ini bisa berkoordinasi ketika tubuhnya secara umum tidak bagus,"

Anna juga berpesan kepada para pemain yang ingin berprestasi agar menerapkan disiplin tinggi, tekun berlatih, menetapkan target jelas, dan tidak lupa untuk menjalin relasi dan berkomunikasi dengan sesama pemain ataupun di luar permainan.