Baca berita tanpa iklan. Gabung Bolasport.com+

Bangsa Indonesia yang Pura-pura Cinta Sepak Bola

By Weshley Hutagalung - Jumat, 18 Agustus 2017 | 20:33 WIB
Timnas U-22 melawan Timnas Thailand U-22 dalam penyisihan grup B SEA Games XXIX Kuala Lumpur 2017 di Stadion Shah Alam, Selangor, Malaysia, Selasa (15/8). Pertandingan tersebut berakhir imbang 1-1.
HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLA/BOLASPORT.COM
Timnas U-22 melawan Timnas Thailand U-22 dalam penyisihan grup B SEA Games XXIX Kuala Lumpur 2017 di Stadion Shah Alam, Selangor, Malaysia, Selasa (15/8). Pertandingan tersebut berakhir imbang 1-1.

 Sepak bola Indonesia punya sejuta kisah di dalamnya. Namun, untuk mendapatkan cerita prestasi dan membanggakan, kita butuh kesabaran ekstra mengoreknya.

Tak ada bantahan ketika kita mengaku sebagai bagian dari kelompok masyarakat dunia yang mencintai sepak bola.

Dalam perjalanan sebagai wartawan olahraga, saya beberapa kali dihadapkan pada kecemburan lawan bicara, termasuk bule-bule Eropa.

Penyebabnya? Ketika pencinta sepak bola di Tanah Air dibanjiri oleh tayangan siaran langsung dari liga-liga top Eropa, dan gratis, mereka berkata, “Anda sungguh beruntung!”

Kini, kita memang tidak lagi dimanjakan oleh tayangan-tayangan olahraga dengan gratis. Kehadiran TV berbayar dan kekuatan hukum ekonomi menempatkan hak siar sepak bola itu pada “tempatnya”.

Akan tetapi, saat ini tetap saja kita masih bisa menyaksikan pertandingan dari Liga Inggris, Liga Spanyol, dan Liga Champions secara gratis.

Bila mau keluar sedikit uang, aksi-aksi dari pesepak bola Liga Italia melengkapi kepuasan kita menyaksikan pertandingan sepak bola berkualitas.

Kecintaan kita terhadap olahraga terpopuler ini juga disempurnakan dengan tayangan dari pesta sepak bola dunia dan Eropa.

Ya, siapa yang tidak terlibat arus kenikmatan ketika Piala Dunia dan Piala Eropa ditayangkan di televisi nasional?

“Sungguh bangsa yang beruntung”. Begitu kata lawan bicara saya ketika kami sama-sama meliput Piala Eropa 2000 di Belanda dan Belgia.

Dalam kamus Bahasa Indonesia, bangsa berarti kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum.

Kumpulan manusia itu menempati wilayah tertentu di muka bumi.

Ya, kita memang kumpulan manusia yang berada di tanah air yang sama dan disatukan oleh bahasa Indonesia.

Bahasa sepak bola juga bisa (saya ingin memakai kata “seharusnya”) menjadi salah satu alat pemersatu bangsa ini.

Ketika sepak bola kita “mati suri” akibat konflik pemerintah dengan pihak federasi sebagai pengelola yang diakui FIFA, bangsa ini menggerutu.

Pertikaian pemangku kepentingan memanas, kompetisi dihentikan.

Menggerutu karena kehilangan tontonan? Jangan hanya lihat dari sudut sempit. Hitunglah berapa jumlah pemain sepak bola (dan juga menjadi kepala keluarga) yang tidak lagi mendapatkan kepastian transfer ke rekeningnya.

Lalu, ketika kompetisi resmi kembali digulirkan dengan wajah baru federasi, kita bersorak namun membuat kerusuhan.

Pertikaian dan kekerasan di lapangan melebar dengan hilangnya nyawa penonton sepak bola.

Apakah pernah kita pamit kepada keluarga untuk menonton sepak bola dan kemudian melepaskan nyawa?

Sepak bola itu seharusnya memberi kehidupan, harapan, dan hiburan, bukan kematian.

Kompetisi di Tanah Air digelar dengan aturan yang sempat membuat hangat diskusi di mana-mana akibat “pemaksaan” pemain muda berusia 23 tahun di dalam tim.

Semua dijawab dengan mengatasnamakan kepentingan tim nasional.

“Sudah terlalu lama kita tidak menjadi juara, bahkan hanya di kawasan Asia Tenggara. Harus ada terobosan, termasuk aturan liga.”

Oke, alasan ini kemudian dapat dipahami dengan membutuhkan tingkat kedewasaan yang tinggi.

Ketika harga diri bangsa dipertaruhkan, kebijakan aneh itu akhirnya bisa diredam.

Demi medali emas SEA Games 2017, komposisi di dalam tim diutak-atik. Pemain muda kita butuh jam terbang (secara instan).

Saat kompetisi berjenjang tak berjalan, ditambah sanksi FIFA, keputusan untuk memoles regulasi kompetisi dengan memaksakan lima pemain U-23 sebagai starter menjadi harapan bagi kehadiran medali emas SEA Games 2017 di Malaysia.

Di tengah jalan, mendekati pergelaran SEA Games, aturan jumlah pesepak bola muda itu diubah lagi. Brrr!

Bila bukan karena harga diri bangsa lewat tim nasional, apalagi alasan kuat kali ini yang bisa diterima semua pihak?

Lalu, entah karena ikatan kontrak dengan sponsor atau kewajiban TV, liga tetap bergulir disaat bersamaan dengan debut tim nasional di SEA Games 2017.

Pecinta olahraga (sepak bola) di Tanah Air kembali diadu antara klub versus tim nasional.

Para pemain sepak bola yang tidak berkostum Merah-Putih gagal melihat dan merasakan perjuangan rekan-rekannya yang terpilih mengharumkan nama bangsa.

Bukankah demi kepentingan tim nasional di SEA Games yang membuat regulasi liga diubah dan sempat menjadi perdebatan hangat?

Sejak awal, kehadiran kompetisi disebut untuk memberikan amunisi bagi tim nasional.

Pemain muda “naik pangkat” bukan karena kemampuan, melainkan akibat peraturan.

Tetapi, semua itu demi harga diri bangsa. Semua karena kita cinta sepak bola.

Ya, kita ingin lagu Indonesia Raya tidak hanya berkumandang menjelang pertandingan sepak bola, tetapi juga usai partai final.

Dengan kecintaan yang sangat mendalam terhadap sepak bola, tentu kita berharap pengurus federasi bisa bekerja dengan tenang (tanpa gangguan kepentingan kelompok).

Plus, PSSI mendapatkan rekan kerja yang sevisi dalam menjalankan liga.

Regulasi kompetisi dipersiapkan untuk diberlakukan dalam jangka waktu lama dan berujung membentuk timnas berkualitas serta menghadirkan prestasi.

Regulasi kompetisi jangan terlalu mudah diubah... entah untuk kepentingan siapa.

Regulasi kompetisi harus membuktikan bahwa bangsa Indonesia tidak pura-pura mencintai sepak bola karena “ada udang di balik bakwan”. @weshley


Editor : Weshley Hutagalung
Sumber : Tabloid BOLA

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Klasemen

Klub
D
P
1
Man City
38
91
2
Arsenal
38
89
3
Liverpool
38
82
4
Aston Villa
38
68
5
Tottenham
38
66
6
Chelsea
38
63
7
Newcastle
38
60
8
Man United
38
60
9
West Ham
38
52
10
Crystal Palace
38
49
Klub
D
P
1
Borneo
32
70
2
Persib
32
59
3
Bali United
33
58
4
Madura United
32
53
5
PSIS Semarang
32
50
6
Dewa United
32
50
7
Persik
33
48
8
Persis
32
47
9
Barito Putera
32
43
10
Persija Jakarta
32
42
Klub
D
P
1
Real Madrid
37
94
2
Barcelona
37
82
3
Girona
37
78
4
Atlético Madrid
37
73
5
Athletic Club
37
65
6
Real Sociedad
37
60
7
Real Betis
37
56
8
Villarreal
37
52
9
Valencia
37
48
10
Alavés
37
45
Klub
D
P
1
Inter
37
93
2
Milan
37
74
3
Bologna
36
67
4
Juventus
36
67
5
Atalanta
36
66
6
Roma
37
63
7
Lazio
37
60
8
Fiorentina
36
54
9
Torino
37
53
10
Napoli
37
52
Pos
Pembalap
Poin
1
F. Bagnaia
467
2
J. Martin
428
3
M. Bezzecchi
329
4
B. Binder
293
5
J. Zarco
225
6
A. Espargaro
206
7
M. Viñales
204
8
L. Marini
201
9
A. Marquez
177
10
F. Quartararo
172
Close Ads X