Baca berita tanpa iklan. Gabung Bolasport.com+

Tim Nasional Belanda Zaman Now

By Dian Savitri - Kamis, 23 November 2017 | 17:55 WIB
Para pemain timnas Belanda bereaksi pada akhir laga Kualifikasi Piala Dunia 2018 Grup A kontra Swedia di Amsterdam Arena, 10 Oktober 2017.
EMMANUEL DUNAND/AFP
Para pemain timnas Belanda bereaksi pada akhir laga Kualifikasi Piala Dunia 2018 Grup A kontra Swedia di Amsterdam Arena, 10 Oktober 2017.

Runner-up Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, tempat ketiga Piala Dunia 2014 di Brasil. Kalau melihat dua pencapaian itu, seharusnya untuk edisi 2018, setidaknya Belanda bisa mengulang edisi 2010.

Tetapi, bukan itu yang terjadi. Belanda tidak lolos ke Rusia 2018! Untuk play-off pun tidak ada tempat. Sudah fully booked!

Kiamat? Tidaklah. Untuk pendukung Belanda seperti saya (katanya), Belanda tidak lolos ke Piala Dunia 2018 hanyalah lanjutan dari tidak lolosnya Pasukan Oranye ke Euro 2016 di Jerman. Sudah bisa diprediksi.

Sekarang, apa yang harus dilakukan? Mencari kambing hitam?

Tentu tidak. Malah, Belanda harus meninggalkan nostalgia. Mengenang masa lalu boleh saja, namun tidak bisa dilakukan terus menerus.

Apa maksudnya nostalgia? Tiap pengamat punya pendapat soal itu. Kalau saya, nostalgia Belanda adalah mereka sangat mengandalkan yang namanya totaalvoetbal.

Pada zaman now, yang namanya formasi 4-3-3, khas totaalvoetbal, bukan lagi sepak bola total gaya Rinus Michels, si pelatih legendaris asal Belanda.

(Baca Juga: Eks Bek Inter Milan dan Timnas Italia Populerkan Becak Motor dari Makassar)

Mengapa Belanda zaman now gagal dengan formasi itu? Karena tim lain yang memakai formasi sejenis sudah berhasil mengembangkannya atau malah sudah move on, melupakan formasi 4-3-3.

Formasi yang sedang beken sekarang adalah susunan yang memakai tiga bek. Beragam angkanya; 3-4-3, 3-5-2, 3-4-2-1, dan sebagainya.

Mungkin, Belanda harus mulai memakainya.

Atau kalau mau radikal, bisa juga gaya “parkir bus” gaya Jose Mourinho.

Buruk memang, tetapi efektif. Tim lawan gagal bikin gol adalah tujuannya, sembari siap-siap mencuri bola untuk serangan balik.

Satu lagi yang membuat tim nasional Belanda zaman now gagal total menurut saya adalah mentalitas pemainnya.

Marcel Brands, Direktur Teknik PSV Eindhoven, mengedepankan masalah winning mentality yang dimiliki pemain Belanda saat ini.

Marcel Brands diskusi bareng dengan dua direktur teknik dari klub yang melengkapi PSV menjadi tiga besar tradisional Belanda: Marc Overmars dari Ajax Amsterdam dan Martin van Geel dari Feyenoord Rotterdam.

(Baca Juga: Setelah Empat Tahun, Akhirnya Lionel Messi Kembali Rasakan Bangku Cadangan)

Bisa dibayangkan kan betapa serunya diskusi mereka. By the way, diskusi mereka dilakukan pada 2014, jauh sebelum Belanda gagal lolos ke Rusia.

Waktu itu, Brands mengatakan seperti ini: “Kita telah mengembangkan banyak pemain dengan otak pintar dan kuat secara taktis. Sebenarnya, kita hanya perlu mengembangkan winning factor.

"Saya pernah ke Portugal dan mengintip tiga klub di sana: Sporting, Benfica, dan Porto. Sangat berbeda dibandingkan dengan di Belanda."

"Di sana, yang penting adalah menang. Dengan kita di Belanda, adalah kebalikannya. Penguasaan bola 80 persen, bermain indah, namun kalah 0-1.”

Brands juga membandingkan Belanda dengan Jerman. Menurutnya, Jerman sudah sangat berkembang.

Sepuluh tahun lalu, Jerman lebih banyak menganut kekuatan fisik, berlari terus. Sekarang sudah lebih banyak mengandalkan teknik.

“Mereka juga senantiasa memantau sepak bola Belanda,” kata Brands.

Ada buktinya mengapa Jerman “menyontek” Belanda.

Wim Rijsbergen, salah satu pemain memperkuat pada Piala Dunia 1974, mengatakan Rinus Michels, pelatih Belanda saat itu, mengubah mentalitas pemain.

(Baca Juga: Trio BBC Real Madrid Bisa Kembali dalam Waktu Dekat)

Bek maju menyerang, striker ikut bertahan. Bahkan, kiper pun kadang sebagai libero, bermain di luar areanya.

Perhatikan dengan “kiper menjadi libero”, kemudian ingat dengan Manuel Neuer, kiper Jerman saat ini.

Ia sering ikut mengendalikan bola di luar daerahnya. Berarti, Jerman nyontek Belanda, kan?

Kita belok sejenak ke Jerman, ya. Titik balik tim nasional Jerman adalah ketika mereka kalah 0-3 dari pendatang baru, Kroasia, pada perempat final Piala Dunia 1998.

Saat itu adalah sehancur-hancurnya Jerman. Sebab, 8 tahun sebelumnya, mereka adalah juara dunia.

Masih memakai nama Jerman Barat, Piala Dunia 1990 di Italia adalah masa keemasan Juergen Klinsmann dan kawan-kawan.

Disingkirkan Kroasia pada 1998 membuat Berti Vogts kehilangan pekerjaaaan sebagai pelatih Jerman.

Namun, hal itu murni titik balik. Jerman mulai melakukan revolusi.

Konsep yang dipakai adalah milik Dietrich Weise, seorang pelatih Jerman yang bekerja sebagian besar pemain Jerman yang memenangi Piala Dunia 1990.

(Baca Juga: Ngeri, Trio Macan PSG Menjamin 2,7 Gol dan 1,2 Assist per Partai!)

Akan tetapi, Weise memulainya dari pemain junior, sesuatu yang ketika itu dilewatkan oleh Federasi Sepak Bola Jerman, DFB.

Konsep Weise sudah diajukan sebelum Piala Dunia 1998 bergulir. Namun, hanya dimasukkan laci karena butuh biaya yang sangat besar.

Pasca-1998, konsep itu langsung dikeluarkan lagi dan tiba-tiba biaya bukan masalah. Jerman ingin sukses ketika menjadi tuan rumah Piala Dunia 2006.

Konsep Weise adalah memberdayakan pemain muda yang ada di semua region Jerman.

DFB mendirikan pusat pelatihan sepak bola di 121 region.

Setiap region menyediakan dua jam pelatihan teknik untuk setiap pemain yang berusia 13 hingga 17 tahun, tiap pekan.

Sebagai tambahan, 10 orang anak berusia di bawah 12 tahun juga akan menerima hal yang sama.

Yang untung bukan hanya tim nasional, namun yang lebih dekat ke region, yaitu klub.

Setiap klub di Jerman punya akademi dengan konsep yang kurang lebih sama.

Pendek kata, hasilnya bisa dilihat pada 2006 dan 2010, di mana Jerman berada di tempat ketiga di tanah sendiri dan kemudian di Afrika Selatan.

Puncaknya adalah juara Piala Dunia 2014, dengan Joachim Loew sebagai pelatih. Hingga saat ini, Jerman tetap menjadi powerhouse Eropa.

Satu hal yang pasti, para pemain Jerman memiliki winning mentality yang sangat kuat.

Untuk kali ini, Marcel Brands ingin Belanda bisa berbalik mengamati sepak bola Jerman.

Barangkali akan butuh waktu lama buat Belanda untuk mengikuti langkah Jerman seperti itu. Namun, untuk jangka panjang rasanya bisa dilakukan.

Cuma, Belanda harus gerak cepat. Kelar Piala Dunia 2018, seleksi untuk Euro 2020 akan dilakukan.

Euro 2020 akan sedikit unik. Belanda dan 12 negara lain sudah terpilih untuk menggelar putaran final.

Meski demikian, tuan rumah tidak lantas mendapat satu tiket otomatis untuk lolos.

Belanda dan 54 negara anggota UEFA harus melewati kualifikasi untuk mendapatkan 24 tim yang akan berlaga di putaran final.

KNVB, Asosiasi sepak bola Kerajaan Belanda, punya konsep yang dimulai pada 2014. Konsep itu diberi nama "Winnaars van Morgen" atau "Pemenang Masa Depan".

Tiga direktur teknik yang berdiskusi di atas setuju bahwa KNVB butuh seorang direktur teknik yang lebih dari sekadar mumpuni.

Jelle Goes dipilih sebagai technical manager sejak 2013. Goes adalah orang yang membangun Winnaars van Morgen.

Kemudian, pada 2016, Hans van Breukelen terpilih sebagai Direktur Teknik KNVB. Lantas, fokus Goes lantas beralih ke sepak bola junior.

Akan tetapi, pada musim 2017, Goes dan Van Breukelen undur diri dari KNVB, walau nama yang terakhir lalu kembali menempati posnya.

Alasan Van Breukelen mundur ketika itu adalah visi dirinya dan KNVB tidak bisa terwujud.

Situasi tim nasional Belanda kacau balau dengan mundurnya Danny Blind dari jabatan pelatih.

(Baca Juga: Selamat! Ana Ivanovic Mengandung Anak Pertama dari Bastian Schweinsteiger)

Kekacauan di tubuh organisasi itu memengaruhi juga penampilan Belanda di lapangan hijau.

Membuat Arjen Robben, yang terbaik di generasinya, harus undur diri tanpa punya kesempatan untuk tampil di Rusia.

Plus, kalau Belanda akan mengubah formasi 4-3-3, maka harus dimulai dari level klub.

Di Eredivisie, dari 18 klub, hanya satu yang memakai 4-2-3-1. Yang lainnya masih setia dengan 4-3-3.

Kalau ingin sukses, terkadang diperlukan langkah yang radikal.

Sekarang, tugas KNVB adalah mencari pelatih baru buat Belanda, pengganti Dick Advocaat. Siapa kira-kira?


Editor : Weshley Hutagalung
Sumber : Berbagai sumber

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Klasemen

Klub
D
P
1
Man City
37
88
2
Arsenal
37
86
3
Liverpool
37
79
4
Aston Villa
37
68
5
Tottenham
37
63
6
Chelsea
37
60
7
Newcastle
37
57
8
Man United
37
57
9
West Ham
37
52
10
Brighton
37
48
Klub
D
P
1
Borneo
32
70
2
Persib
32
59
3
Bali United
33
58
4
Madura United
32
53
5
PSIS Semarang
32
50
6
Dewa United
32
50
7
Persik
33
48
8
Persis
32
47
9
Barito Putera
32
43
10
Persija Jakarta
32
42
Klub
D
P
1
Real Madrid
36
93
2
Barcelona
35
76
3
Girona
36
75
4
Atlético Madrid
36
73
5
Athletic Club
36
62
6
Real Betis
35
55
7
Real Sociedad
35
54
8
Villarreal
36
51
9
Valencia
35
48
10
Getafe
36
43
Klub
D
P
1
Inter
36
92
2
Milan
36
74
3
Bologna
36
67
4
Juventus
36
67
5
Atalanta
35
63
6
Roma
36
60
7
Lazio
36
59
8
Napoli
36
51
9
Fiorentina
34
50
10
Torino
36
50
Pos
Pembalap
Poin
1
F. Bagnaia
467
2
J. Martin
428
3
M. Bezzecchi
329
4
B. Binder
293
5
J. Zarco
225
6
A. Espargaro
206
7
M. Viñales
204
8
L. Marini
201
9
A. Marquez
177
10
F. Quartararo
172
Close Ads X