Baca berita tanpa iklan. Gabung Bolasport.com+

Pep Guardiola dan Siksaan Mental serta Fisik di Manchester City

By Firzie A. Idris - Selasa, 17 April 2018 | 22:45 WIB
 Ekspresi Manajer Manchester City, Josep Guardiola, dalam laga final Piala Liga Inggris kontra Arsenal di Stadion Wembley, London, pada 25 Februari 2018.
ADRIAN DENNIS/AFP
Ekspresi Manajer Manchester City, Josep Guardiola, dalam laga final Piala Liga Inggris kontra Arsenal di Stadion Wembley, London, pada 25 Februari 2018.

Kejeniusan Pep Guardiola membawa Manchester City jadi juara Premier League 2017-2018.

Lebih dari hanya sekadar kampiun, Pep Guardiola membawa City memecahkan rekor demi rekor Liga Inggris.

Beberapa rekor yang bisa dilewati oleh Pep adalah rekor poin di EPL (95) yang kini dipegang Chelsea pada 2004-2005 dan catatan 103 gol, juga oleh Chelsea pada 2009-2010.

Pada September 2016, saya menulis tentang “lompatan kuantum” City di bawah Pep Guardiola, bahwa Man City merupakan langit dan bumi dengan ketika dilatih bos terakhir mereka, Manuel Pellegrini.

Filosofi Manchester City sama-sama menyerang, tetapi Pep melakukannya dengan sangat elegan nan energik, seperti memadukan balet dengan hard core rock and roll dalam satu simfoni.

Pep hanya ingin memainkan sepak bola menyerang.

Hal ini terlihat dari cara berpikir yang ia tuangkan di buku Pep Confidential, bahwa Pep hanya mengenal satu pakem: Serang, serang, dan serang!

Ide singular ini bak gayung bersambut dengan pemikiran yang Manchester City inginkan, yakni memainkan beautiful football.

(Baca Juga: 4 Pemain Manchester United Akan Dibiarkan Pergi Akhir Musim ini, Termasuk Paul Pogba)

Namun, untuk segala pencapaian nan keindahan di lapangan, kerja keras sangat besar di baliknya sering tak terlihat.

Guardiola adalah pelatih yang menyukai detail. Bisa dikatakan bahwa ia gila detail.

Bagi dia, lapangan terbagi menjadi 20 zona dengan idealnya 1 zona 1 orang, tak lebih dari 4 zona diokupasi secara horizontal dan tak lebih dari 3 diokupasi secara vertikal.

Hal ini untuk memberi garansi agar setiap pemain yang menguasai bola punya opsi mengoper si kulit bundar.

Demi mewujudkan tuntutan tersebut, ia mengharuskan anak buahnya berpikir secara kolektif dan meninggalkan segala unsur primadona dalam skuat.

Pemain bintang seperti Gabriel Jesus dan Kevin De Bruyne tidak sungkan melakukan pekerjaan kotor dalam bertahan dan mengembalikan penguasaan bola.

(Baca Juga: Paul Pogba akan Dijual, Begini Kronologi Perpecahan dengan Jose Mourinho)

Alhasil, dia begitu memerhatikan setiap hal yang membangun kerjasama tim. Makan pagi dan makan siang para pemain wajib di markas.

Berbagai larangan meruak, tidak boleh menggunakan media sosial di kompleks latihan klub, bercinta di atas tengah malam, diet ketat, dan sebagainya.

Seperti Dementor di serial film Harry Potter, metode dia intens, menyerap tenaga, dan mungkin mengurangi kebahagiaan para pemain serta ia sendiri.

Arjen Robben, pemainnya di FC Bayern mengungkapkan bahwa, “Pep kerasukan roh sepak bola, 24 jam per hari. Kami memang berkembang dan sangat dominan tetapi kami lebih punya kebebasan di bawah Carlo Ancelotti.”

Sementara, bek Juventus Medhi Benatia yang ia latih juga di FC Bayern, mengutarakan salah satu kelemahan lain Pep: "Guardiola menjaga jarak, sementara Massimiliano Allegri sekarang sangat dekat dengan pemainnya.

Ketika meninggalkan jabatan pelatih Barcelona ia berujar bahwa ia tak kuat lagi dengan tekanan, “Saya telah memberikan segalanya, saya tak punya tenaga tersisa”.

Jangan lupakan bahwa dia adalah pelatih high maintenance. Di FC Bayern, dia sering tidak menghadiri rapat manajemen, lebih senang menyuruh asistennya.

Ahli sepak bola Jerman, Raphael Honigstein, mengutarakan tentang kelemahan Pep ini.

“Dia pelatih yang sulit dijangkau banyak orang. Mungkin ini alasan Bayern tak bisa hangat kepadanya kendati semua sukses yang ia datangkan,” tutur Honigstein seperti dikutip BolaSport.com dari BBC Sports beberapa tahun lalu.

Pep memang senang dengan short burst dalam pekerjaannya. Ia mengamalkan three year cycle dalam kepelatihan, bahwa siklus pelatih terbagi tiga: Adaptation, Success, Refinement (mempertahankan sukses).

Pep beranggapan bahwa mengharapkan sukses setelah tiga tahun adalah kesalahan.

Ia bahkan mengakui bahwa tahun keempatnya di Barcelona adalah kesalahan.

Tak mengherankan apabila Pep langsung mengungsi ke New York selama setahun untuk hiatus dari dunia kepelatihan.

Namun, apa yang Manchester City amalkan sekarang amat beda.

Walau kontrak Guardiola berakhir pada Juni 2019, City tampak membangun tim masa depan.

Beberapa pemain seperti Gabriel Jesus, Leroy Sane, Raheem Sterling, Bernardo Silva, dan John Stones berusia 24 tahun ke bawah.

Pep sejauh ini senang menjadi seorang sprinter. Apakah di Manchester City dia akhirnya mengubah nomor menjadi seorang pelari Marathon?

Apakah kita akan melihat perubahan dalam siklus Pep?

Bisakah sekarang kita melihat dia pada akhirnya menjadi seorang legenda di sisi biru Manchester layaknya Bill Shankly di Liverpool atau Sir Alex Ferguson di Manchester United?

Sir Alex Ferguson meraih sukses berkelanjutan dengan terus mengasah skuatnya. Dia bikin setidaknya tiga perombakan besar untuk tidak membuat United ketinggalan jaman.

Hal tersebut merupakan kunci dari membangun sebuah dinasti.

Ini sebuah pertanyaan menarik yang mungkin Pep sendiri tidak punya jawabannya (untuk sekarang).


Editor : Firzie A. Idris
Sumber : BolaSport.com

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Klasemen

Klub
D
P
1
Arsenal
36
83
2
Man City
35
82
3
Liverpool
35
75
4
Aston Villa
35
67
5
Tottenham
34
60
6
Newcastle
35
56
7
Man United
34
54
8
Chelsea
34
51
9
West Ham
35
49
10
Bournemouth
36
48
Klub
D
P
1
Borneo
32
70
2
Persib
32
59
3
Bali United
33
58
4
Madura United
32
53
5
PSIS Semarang
32
50
6
Dewa United
32
50
7
Persik
33
48
8
Persis
32
47
9
Barito Putera
32
43
10
Persija Jakarta
32
42
Klub
D
P
1
Real Madrid
34
87
2
Girona
34
74
3
Barcelona
34
73
4
Atlético Madrid
34
67
5
Athletic Club
34
61
6
Real Sociedad
34
54
7
Real Betis
33
49
8
Valencia
33
47
9
Villarreal
33
45
10
Getafe
34
43
Klub
D
P
1
Inter
35
89
2
Milan
34
70
3
Juventus
34
65
4
Bologna
35
64
5
Roma
34
59
6
Atalanta
33
57
7
Lazio
35
56
8
Fiorentina
33
50
9
Napoli
34
50
10
Torino
35
47
Pos
Pembalap
Poin
1
F. Bagnaia
467
2
J. Martin
428
3
M. Bezzecchi
329
4
B. Binder
293
5
J. Zarco
225
6
A. Espargaro
206
7
M. Viñales
204
8
L. Marini
201
9
A. Marquez
177
10
F. Quartararo
172
Close Ads X