Baca berita tanpa iklan. Gabung Bolasport.com+

Biar Tak Minions Melulu, Beranikah PBSI Pakai Jurus Hallyu?

By Any Hidayati - Rabu, 21 November 2018 | 17:19 WIB
Pasangan ganda putra Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, berpose dengan trofi yang didapat sebagai pemain terbaik putra 2017 dalam cara gala dinner di Dubai, Senin (11/12/2017).
BADMINTON INDONESIA
Pasangan ganda putra Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo, berpose dengan trofi yang didapat sebagai pemain terbaik putra 2017 dalam cara gala dinner di Dubai, Senin (11/12/2017).

Selama satu setengah tahun terakhir saya mendadak menjadi penikmat berbagai pertandingan bulu tangkis dunia.

Mulai dari turnamen individu, beregu, dan yang terbaru adalah seri BWF Tour 2018 mulai dari Tour Super 100 hingga World Tour Super 300, 500, 750, hingga 1000.

Tapi saya mulai bosan, bergaya rasional.

Saya mulai bosan melihat Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo atau biasa dijuluki Minions terlalu sering jadi wakil terakhir Indonesia di berbagai turnamen dalam dua tahun terakhir.

Tercatat dari 13 turnamen tertinggi tahun 2017, superseries/premier hingga superseries finals, Minions sembilan kali masuk final dengan tujuh di antaranya berbuah gelar juara.

(Baca Juga: Ini Dia Total Hadiah Fantastis yang Dikantongi Marcus/Kevin Setelah Masuk 9 Final Tahun Ini)

Memasuki tahun 2018, Minions masih menjadi andalan apalagi berstatus ganda putra nomor satu dunia.

Tidak terkalahkan sejak final China Open 2017, Minions akhirnya tumbang di fase grup Piala Thomas 2018 saat berjumpa tim Thailand.


Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya dan Han Chengkai Zhou Haodong (China) saat menerima penghargaan usai tampil pada partai final French Open 2018, Minggu (28/10/2018).(BADMINTON INDONESIA)

Siapa yang mengalahkan? Ganda putra yang digoreng dadakan saat Piala Thomas 2018 yaitu Kittisak Namdash/Nipitphon Phuangphuapet.

Setelah kekalahan di Piala Thomas, Minions terhenti di perempat final Malaysia Open 2018 padahal berstatus unggulan satu, juara bertahan, sekaligus tidak terkalahkan di kategori individu.

Syok. Pasti. Minions sampai enggan menemui awak media dan hanya perwakilan Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI) yang memberi keterangan.

(Baca Juga: Malaysia Open 2018 – Marcus/Kevin Kalah karena Tidak Tampil seperti Biasanya?)

Menariknya, para penakluk Minions adalah rookie yang baru saja debut di panggung perbulutangkisan dunia alias masih berusia awal 20-an.

(Baca Juga: Hanya Ganda Putra China Ini yang Bisa Kalahkan Marcus/Kevin 2 Kali Beruntun di Tahun 2018)

Itu artinya sudah saatnya alarm peringatan pendamping Minions berbunyi nyaring. Tak ada negara yang hanya mengandalkan satu dua orang sebagai wakil di puncak tertinggi penguasaan ilmu, budaya, termasuk olahraga. Kita pantas belajar dari Korean Wave.

KOREAN WAVE


Boyband Korea Selatan, EXO, hadir dalam konferensi pers di PyeongChang Olympic Main Press Centre, PyeongChang, Korea Selatan, Rabu (21/2/2018).(Dok. Korea Herald)

Baru-baru ini saya kesengsem dengan lagu terbaru EXO, boyband Korea Selatan, berjudul Tempo.

Oh my God, Sehun ganteng banget di video klip Tempo. Si maknae (baca: anggota termuda) seperti memiliki daya magis yang membuat saya meleleh hanya dengan tatapan matanya. Dari mana datangnya Sehun?

Saya tetiba teringat salah satu buku Euny Hong yang menceritakan perjuangan Korea Selatan membangun gelombang budaya bernama Korean Wave atau Hallyu.

Semua bermula saat krisis ekonomi 1997 yang mana pemerintah Korea Selatan harus berutang 57 miliar dollar AS (sekitar Rp 833 triliun) dari IMF yang kemudian dicatat sebagai Hari Memalukan Nasional.

Peristiwa tersebut membangkitkan semangat ‘han’. Ini semacam utang dendam yang telah mendarah daging pada warga Korea. Selama ribuan tahun mereka dijajah, tanpa pernah menjajah sekali pun. Terakhir dijajah Jepang dengan brutal.

Timbullah han kolektif, termasuk dalam budaya pop. Bangkitlah gelombang besar Hallyu. Korea membangun infrastruktur budaya pop yang tangguh dan sistematis.

Korea menjadi pengekspor industri populer secara global paling kreatif dan ambisius, mengalahkan Jepang dan Hollywood, Amerika Serikat. Korea berhasrat memastikan abad ke-21 menjadi Abad Korea.

Lantas apa hubungannya dengan bulu tangkis Indonesia?


Rudy Hartono mengangkat Piala Thomas disaksikan Menpora Abdul Gafur, Liem Siw King, Tan Joe Hok, dan P. Soemarsono, di bandara Halim Perdana Kusumah.(DOK. BOLA)

Andai PBSI bisa meniru semangat han yang menjadi cikal bakal Hallyu mungkin bulu tangkis Indonesia bisa segera bangun dari tidur panjang.

Dalam catatan sejarah, bulu tangkis Indonesia setidaknya berjaya dalam dua periode yaitu tahun 60-an hingga 70-an dan 80-an hingga awal 2000-an.

Pada gelombang pertama, bulu tangkis Indonesia berjaya di sektor individu misalnya dengan Rudy Hartono yang mengunci 8 gelar All England Open, turnamen bulu tangkis tertua di dunia, pada era 1968-1974 dan 1976.

Merah Putih juga berjaya di kejuaraan beregu putra Piala Thomas dengan meraih tujuh gelar beruntun pada 1958-1979, hanya gagal di edisi 1967 karena kalah dari Malaysia.

Gelombang kedua adalah era Susy Susanti, Alan Budi Kusuma, hingga Taufik Hidayat yang menciptakan tradisi emas bulu tangkis Indonesia tidak terputus selama 16 tahun, 1992-2008.


Pebulu tangkis Indonesia, Alan Budikusuma dan Susy Susanti, memamerkan medali emas yang mereka menangkan di masing-masing di nomor tunggal Putra dan tunggal putri di Olimpade Barcelona 1992. ( DOK TABLOID BOLA )

Piala Uber pun terakhir kali terbang ke Indonesia di era Susy yaitu 1994 dan 1996. Begitu juga dengan Piala Thomas yang erat di pelukan Merah Putih pada rentang 1994-2002.

Setelah itu, prestasi bulu tangkis Indonesia terus merosot dan hanya bertumpu pada satu dua bintang saja termasuk saat ini kepada Marcus/Kevin.

Memang bukan perkara mudah untuk menciptakan kembali kejayaan Indonesia di tengah kebangkitan Jepang dan dominasi China yang tak kunjung luntur.

(Baca Juga: Park Joo-bong Curhat Jatuh Bangun Dirikan Pelatnas Bulu Tangkis Jepang sejak Awal 2000-an)

Indonesia butuh berbenah dari sekarang. PBSI harus segera memperbaiki sistem kaderisasi pemain dan pelatih.

BERBENAH SISTEM


Busanan Ongbamrungphan (tengah) dikelilingi Rexy Mainaky dan rekan-rekannya usai memastikan Thailand menang 3-2 atas China di semifinal Piala Uber 2018. Jumat (25/5/2018) di Impact Arena, Bangkok.(BWF BADMINTON)

Gonjang-ganjing bulu tangkis paling kentara baru-baru ini adalah hengkangnya Rexy Mainaky dari PBSI setelah mengantarkan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir meraih medali emas Olimpiade Rio 2016.

Hengkangnya Rexy membawa berkah untuk Thailand yang kali pertama menjadi runner-up Piala Uber 2018 di saat Indonesia terakhir kali final pada 2008 silam.

Tahun 2017, dunia dikejutkan dengan kebangkitan tunggal putra India yang diarsiteki pelatih Indonesia Mulyo Handoyo.

(Baca Juga: Kidambi Srikanth Puji Pelatih Asal Indonesia yang Berhasil Membawa Kebangkitan Bulu Tangkis India)

Mantan pelatih Taufik tersebut jadi orang di balik kesuksesan Kidambi Srikanth jawara Indonesia Open 2017 ketika tunggal putra tuan rumah terakhir kali kampiun tahun 2012.

Taufik sendiri sempat mencak-mencak ketika PBSI tidak memberi kesempatan pemain non-pelatnas seperti Tommy Sugiarto bergabung dengan skuat Piala Thomas 2018.

(Baca Juga: Alasan PP PBSI Tak Sertakan Tommy Sugiarto ke Piala Thomas 2018)

Mungkin PBSI tengah meniru strategi Korea Selatan yang mengirim skuat muda minim pengalaman ke Piala Sudirman 2017 dan berbuah kemenangan manis dengan tampil tanpa Tommy.

Dari catatan prestasi, bulu tangkis Indonesia memang menurun apalagi jika dibanding dengan era kejayaan.

Bahkan, julukan Raksasa Bulu Tangkis tak lagi disandang Indonesia. Artinya, butuh pembenahan serius dan massif, apalagi mengingat negara lain juga makin gencar membina diri.

Namun, apakah PBSI berani melakukan perombakan demi perbaikan?

Tahun 2018 Asosiasi Bulu Tangkis Korea Selatan (BKA) secara tegas mengatakan kecewa dengan prestasi Negeri Ginseng karena gelar turnamen individu merosot tajam dan puncaknya Asian Games nihil gelar.

(Baca Juga: BKA Korea Selatan Bersiap Cari Kepala Pelatih Bulu Tangkis Baru)

Selain pemecatan, BKA juga membuka kran pemain profesional di bawah 31 tahun boleh bermain di level internasional demi mendongkrak prestasi bulu tangkis mereka.

Sekali lagi jiwa ‘han’ Korea Selatan bangkit karena malu dan ‘merasa tertindas’, apalagi prestasi sang rival abadi yaitu Jepang justru tengah berjaya.

Rexy, Mulyo, dan Tommy hanya segelintir pihak di luar PBSI yang tersisih karena regulasi dan sistem.

Sebagai negara bulu tangkis, sudah tentu banyak bakat yang sebenarnya laik dipoles demi membangunkan Macan Asia yang tidur terlalu lama.

Korea Selatan saja berani melakukan perombakan besar-besaran demi kemajuan bulu tangkis, lantas bagaimana dengan Indonesia?

Saya percaya mencari bibit unggul itu tidak sulit, tapi betapa banyak bibit unggul yang terbunuh sistem?

Biar tidak mumet, saya sebaiknya menikmati lagu Tempo milik EXO, sambil mengagumi makhluk ciptaan Tuhan bernama Oh Sehun yang dibesarkan dalam sistem unggul Hallyu.

“Don’t mess up my tempo, baby!”


Editor : Hery Prasetyo
Sumber : Berbagai sumber

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Klasemen

Klub
D
P
1
Arsenal
35
80
2
Man City
34
79
3
Liverpool
35
75
4
Aston Villa
35
67
5
Tottenham
33
60
6
Man United
34
54
7
Newcastle
34
53
8
West Ham
35
49
9
Chelsea
33
48
10
Bournemouth
35
48
Klub
D
P
1
Borneo
32
70
2
Persib
32
59
3
Bali United
33
58
4
Madura United
32
53
5
PSIS Semarang
32
50
6
Dewa United
32
50
7
Persik
33
48
8
Persis
32
47
9
Barito Putera
32
43
10
Persija Jakarta
32
42
Klub
D
P
1
Real Madrid
33
84
2
Barcelona
33
73
3
Girona
33
71
4
Atlético Madrid
33
64
5
Athletic Club
33
58
6
Real Sociedad
33
51
7
Real Betis
33
49
8
Valencia
33
47
9
Villarreal
33
45
10
Getafe
33
43
Klub
D
P
1
Inter
34
89
2
Milan
34
70
3
Juventus
34
65
4
Bologna
34
63
5
Roma
34
59
6
Atalanta
33
57
7
Lazio
34
55
8
Fiorentina
33
50
9
Napoli
34
50
10
Torino
34
46
Pos
Pembalap
Poin
1
F. Bagnaia
467
2
J. Martin
428
3
M. Bezzecchi
329
4
B. Binder
293
5
J. Zarco
225
6
A. Espargaro
206
7
M. Viñales
204
8
L. Marini
201
9
A. Marquez
177
10
F. Quartararo
172
Close Ads X