Baca berita tanpa iklan. Gabung Bolasport.com+

Piala AFF U-19 2022, Biscotto Thailand-Vietnam dan Cermin Retak Asia Tenggara di Dunia Sepak Bola

By Sasongko Dwi Saputro - Jumat, 15 Juli 2022 | 08:00 WIB
Skuad timnas U-19 Indonesia sedang menyanyikan lagu kebangsaan di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Jawa Barat, 6 Juli 2022.
MUHAMMAD ALIF AZIZ MARDIANSYAH/BOLASPORT.COM
Skuad timnas U-19 Indonesia sedang menyanyikan lagu kebangsaan di Stadion Patriot Candrabhaga, Bekasi, Jawa Barat, 6 Juli 2022.

BOLASPORT.COM - Kasus dugaan "sepak bola gajah" antara Thailand melawan Vietnam di Piala AFF U-19 2022 merupakan cermin retak sepak bola Asia Tenggara.

Bukannya nama-nama talenta masa depan Asia Tenggara yang muncul dari gelaran rutin tersebut, justru laga Thailand melawan Vietnam yang jadi topik utama.

Bukan hasil yang jadi sorotan, tetapi kesan kedua tim yang tak lagi mengejar kemenangan usai mencetak gol dalam hasil imbang 1-1 karena diduga "takut" berhadapan dengan Timnas U-19 Indonesia.

Kedua tim seakan telah mengikuti jejak Timnas Indonesia dan Thailand yang sama-sama menghindari Vietnam selaku tuan rumah Piala Tiger 1998.

Sikap Thailand-Vietnam di Piala AFF U-19 dan Indonesia-Thailand di Piala Tiger 1998 mencerminkan perilaku sepak bola biskuit atau biscotto.

Istilah biscotto pertama kali populer usai Timnas Italia disingkirkan Denmark dan Swedia di Euro 2004 dengan skenario serupa Timnas U-19 Indonesia.

Media Italia sering memakai terminologi “biscotto” untuk menggambarkan perjanjian main mata atau kompromi yang dilakukan dua tim untuk mencari aman dan mengubur harapan pesaing.

Secara harfiah, biscotto berarti biskuit. Awal mulanya, istilah ini dipakai di pacuan kuda.

Biskuit menjadi sarana untuk mengatur hasil pacuan kuda. Pemilik kuda yang diunggulkan menang akan memberi makan kuda pacunya biskuit berkandungan ilegal.

Tujuannya adalah membuat performa si kuda unggulan merosot sehingga kuda lain yang tak diunggulkan bisa menang.

Perilaku tersebut tentu mirip dengan terminologi "sepak bola gajah" yang populer dalam pembicaraan pencinta sepak bola Indonesia.

Kedua terminologi tersebut sama-sama bermakna menyebalkan sekaligus mencederai nilai utama dalam pertandingan olahraga, yaitu sportivitas, fair play, dan bermain untuk menang.

Lalu, mengapa ini semua terjadi?

Baca Juga: Piala AFF U-19 2022 - Media Vietnam Sudah Bocorkan Hasil Investigasi Dugaan Sepak Bola Gajah antara Thailand vs Vietnam

Ekosistem "Bapuk" Sepak Bola Asia Tenggara

Pemain Thailand terjatuh untuk mengulur waktu dalam laga kontra Vietnam di Piala AFF U-19 2022 (10/7/2022).
BolaNas.com
Pemain Thailand terjatuh untuk mengulur waktu dalam laga kontra Vietnam di Piala AFF U-19 2022 (10/7/2022).

Suka tidak suka, sepak bola Asia Tenggara jauh tertinggal dibandingkan sub-region benua Asia lainnya.

Prestasi tim nasional atau klub-klub Asia Tenggara juga tak mentereng di kompetisi resmi bentukan FIFA atau AFC.

Di level Piala Dunia, belum ada satu pun negara ASEAN (Hindia Belanda tidak masuk dalam hitungan) yang berhasil lolos ke putaran final.

Sementara di level kelompok umur, Thailand baru bermain dalam dua edisi di Piala Dunia U-17 (1997 dan 1999), Indonesia (1979), Myanmar (2015), dan Vietnam (2017) sama-sama sekali tampil di level U-20.

Sementara di Piala Asia, prestasi terbaik negara-negara ASEAN terjadi saat Myanmar jadi runner-up turnamen edisi 1968.

Sementara di level klub, ASEAN hanya menyumbang dua gelar Liga Champions Asia (1993-94, 1994-1995) dan satu gelar Piala AFC (2015).

Pasalnya, bukan prestasi yang jadi masalah dasar sepak bola ASEAN, melainkan "integritas".

Eks-Head of Security FIFA, Chris Eaton, pernah menyindir Asia Tenggara yang kurang berkomitmen mengatasi masalah "korupsi olahraga" pada 2013.

“Jika Anda tidak fokus pada penipuan taruhan, maka Anda tidak akan dapat mengatasi korupsi olahraga dengan benar. Korupsi olahraga lahir dari penipuan taruhan, ini adalah siklus," kata Chris Eaton dilansir dari Reuters.

Baca Juga: Piala AFF U-19 2022 - Disindir Warganet Usai Kalah dari Malaysia, Media Vietnam Sindir Kegagalan Timnas U-19 Indonesia

"Bisa juga bertaruh pada tiddlywinks (sejenis permainan anak-anak) atau pada lalat yang merayap di dinding."

“Tidak ada keinginan untuk mengatur rumah judi di Asia Tenggara. Terdapat kurangnya komitmen."

"Tanggung jawab mereka bukan hanya untuk menarik bisnis tetapi juga mengatur bisnis dengan benar,” kata Eaton.

Negara-negara ASEAN memperlakukan turnamen Piala AFF atau SEA Games layaknya Piala Dunia yang menggunakan segala cara di lapangan untuk diakui sebagai "jago kampung" alias juara.

Target juara adalah barang jamak di lingkungan federasi sepak bola Asia Tenggara, tanpa adanya perbaikan menyeluruh di level akar rumput.

Tindakan lancung dan tak mengindahkan nilai fair play kerap terjadi di turnamen antarnegara ASEAN, seperti kasus Indonesia melawan Thailand di Piala Tiger 1998.

Kasus pengaturan skor juga kerap terjadi, salah satunya kasus tertangkapnya tiga orang fixer yang terbukti mengatur hasil pertandingan SEA Games 2015 di Singapura.

Mundur jauh pada tahun 2007, enam pemain Timnas Vietnam didakwa atas kasus pengaturan skor yang mereka lakukan pada SEA Games 2005.

Di level klub, ada kasus yang menimpa klub Liga Vietnam pada musim 2014, di mana 13 pemain Vissai Ninh Binh didakwa melakukan pengaturan skor di Piala AFC.

Pada 2017, 22 pemain Laos dan Kamboja dijatuhi larangan bermain seumur hidup usai terlibat dalam kasus pengaturan hasil laga Lao Toyota FC.

Negara sekuat Thailand pun tak kebal dari kasus match fixing usai 15 pemain, ofisial, dan wasit dihukum penjara karena kasus pengaturan skor di Liga Thailand. 

Setahun berselang, sepak bola Indonesia juga pernah mengalami kejadian serupa yang menyeret sejumlah pejabat tinggi PSSI.

Baca Juga: Piala AFF U-19 2022 - Soal Catatan Sempurna, Pelatih Laos U-19 Sebut Berkat Kerja Keras yang Dikarunia Keberuntungan

Tentu negara-negara yang disebutkan diatas sudah mulai berbenah setelah kejadian memalukan itu, meski masih punya sederet pekerjaan rumah agar lolos ke Piala Dunia.

Laos sudah berhasil menembus final Piala AFF U-19 2022, sementara klub asal Kamboja dua kali berhasil mengalahkan juara Liga Indonesia, Bali United.

Sementara Thailand berhasil membentuk liga yang punya tata kelola terbaik di Asia Tenggara.

Vietnam saat ini menikmati periode keemasan bersama Park Hang-seo, sementara Indonesia sedang dalam periode transisi di bawah Luis Milla dan dalam proses penyempurnaan oleh Shin Tae-yong.

Pertanyaan yang tersisa, kapan tim-tim ASEAN bakal jadi juara Piala Asia atau setidaknya lolos ke Piala Dunia level senior?


Editor : Dwi Widijatmiko
Sumber : Berbagai sumber

Komentar

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

SELANJUTNYA INDEX BERITA

Klasemen

Klub
D
P
1
Arsenal
34
77
2
Liverpool
34
74
3
Man City
32
73
4
Aston Villa
34
66
5
Tottenham
32
60
6
Man United
33
53
7
Newcastle
33
50
8
West Ham
34
48
9
Chelsea
32
47
10
Bournemouth
34
45
Klub
D
P
1
Borneo
32
70
2
Persib
32
59
3
Bali United
33
58
4
Madura United
32
53
5
PSIS Semarang
32
50
6
Dewa United
32
50
7
Persik
33
48
8
Persis
32
47
9
Barito Putera
32
43
10
Persija Jakarta
32
42
Klub
D
P
1
Real Madrid
32
81
2
Barcelona
32
70
3
Girona
32
68
4
Atlético Madrid
32
61
5
Athletic Club
32
58
6
Real Sociedad
32
51
7
Real Betis
32
48
8
Valencia
32
47
9
Villarreal
32
42
10
Getafe
32
40
Klub
D
P
1
Inter
33
86
2
Milan
33
69
3
Juventus
33
64
4
Bologna
33
62
5
Roma
32
55
6
Atalanta
32
54
7
Lazio
33
52
8
Napoli
33
49
9
Fiorentina
32
47
10
Torino
33
46
Pos
Pembalap
Poin
1
F. Bagnaia
467
2
J. Martin
428
3
M. Bezzecchi
329
4
B. Binder
293
5
J. Zarco
225
6
A. Espargaro
206
7
M. Viñales
204
8
L. Marini
201
9
A. Marquez
177
10
F. Quartararo
172
Close Ads X