Juara Formula 2 dan Formula E tersebut tak pernah finis lebih baik daripada posisi ke-12 saat balapan GP Italia di Monza.
De Vries hampir selalu finis di belakang rekan setimnya, Yuki Tsunoda, yang sempat tampil konsisten pada awal musim dengan finis di posisi 10 atau 11 dalam lima seri beruntun.
AlphaTauri pun menjadi juru kunci klasemen konstruktor setelah hanya mencetak dua poin yang semuanya disumbangkan Tsunoda.
Keluar dari F1 hanya setelah 10 balapan di satu sisi membuat catatan De Vries tak lebih baik daripada pembalap Indonesia, Rio Haryanto.
Rio tampil dalam 12 seri bersama Manor Racing pada 2016 sebelum kesulitan finansial membuat pemenang balapan di GP2 (sekarang Formula 2) digantikan oleh Esteban Ocon.
Baca Juga: Bursa Transfer MotoGP - Valentino Rossi Gagal Selamatkan Franco Morbidelli, Yamaha Pilih Alex Rins
Red Bull sendiri memang punya tradisi kejam dalam urusan mengevaluasi performa pembalap mereka karena diberkahi akademi pembalap yang punya nama.
Bukan cuma De Vries yang pernah terdegradasi di tengah musim entah dengan keluar dari F1 atau turun kasta dari Red Bull ke Toro Rosso.
Salah satunya adalah tukar guling Daniil Kyvat dengan Max Verstappen antara Red Bull dan Toro Rosso hanya setelah empat balapan pada musim 2016.
Potensi besar yang ditunjukkan Verstappen remaja kala itu menjadi kenyataan hingga akhirnya dia memutus puasa gelar Red Bull pada 2021 dan mendominasi kejuaraan sampai sekarang.
Editor | : | Ardhianto Wahyu Indraputra |
Sumber | : | Berbagai sumber |
Komentar