Sudahlah, Serahkan Saja Pada Cristiano Ronaldo

By Weshley Hutagalung - Senin, 5 Juni 2017 | 12:30 WIB
Megabintang Real Madrid, Cristiano Ronaldo, merayakan keberhasilan menjuarai Liga Champions setelah mengalahkan Juventus dalam laga final di National Stadium, Cardiff, Wales, pada 3 Juni 2017. (GLYN KIRK/AFP)

 Tiga gelar dalam empat musim terakhir. Real Madrid semakin perkasa duduk di singgasana Eropa, bila acuannya adalah jumlah gelar Liga Champions. Begitu pula posisi Cristiano Ronaldo, sang bintang kemenangan Madrid atas Juventus di final Liga Champions 2017.

Saya menonton pertandingan final Liga Champions 2017 bersama ribuan penggemar sepak bola di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Acara ini diselenggarakan oleh Tabloid BOLA dan JUARA.net.

Mungkin, tak ada di antara kami yang memprediksi jumlah gol yang tercipta di The National Stadium of Wales, di Kota Cardiff, pada Sabtu (3/6).

Namun, tentu tak sedikit dari penonton nobar itu yang memprediksi Real Madrid bakal menang atas Juventus, termasuk saya.

Dua hari sebelum pertandingan, saya bertanya kepada 14 orang tentang prediksi mereka di laga final. "Duel Prediksi", demikian kami menyebutnya. Plus saya, ada 15 prediksi hasil pertandingan.

Prediksi ditentukan dalam waktu 90 menit pertandingan. Hanya ada 3 prediksi yang memenangkan Real Madrid. Sisanya untuk Juventus berjumlah 7 dan prediksi hasil imbang diberikan oleh 5 orang.

Tetapi, baik saya maupun Ponaryo Astaman dan Bima Sakti yang memilih Real Madrid bakal menang dalam 90 menit, tak ada yang berani memilih skor besar. 

Kedua mantan pemain tim nasional itu menjatuhkan pilihan 2-1 untuk Real Madrid.

Harus mundur 23 tahun untuk melihat sebuah tim menjadi pemenang ajang paling elite antarklub Eropa ini dengan mencetak 4 gol dalam waktu pertandingan normal. Pelakunya dari dua negara yang sama, Italia dan Spanyol. 

Di Olympic Stadium, Athena, Yunani, pada 18 Mei 1994, AC Milan menekuk FC Barcelona 4-0. Ketika itu, Daniele Massaro mencetak dua gol di babak I, dan sisanya di paruh kedua oleh Dejan  Savicevic (47’) dan Marcel Desailly (58’).

Permainan terbuka Barcelona yang ketika itu diasuh Johan Cruff diladeni dengan taktik yang tepat oleh Fabio Capello, arsitek tim AC Milan.

Oleh banyak pengamat, pasukan Johan Cruyff dianggap terlalu percaya diri sebelum laga dimulai.

Sebaliknya di kubu Milan, seperti pengakuan Fabio Capello, kepercayaan diri mereka melonjak ketika tidak melihat nama Michael Laudrup dalam line-up  Barcelona.

Rumornya, Cruyff dan Laudrup bersitegang soal masa depan gelandang asal Denmark tersebut.