Kisah Nyonya Meneer dan Antonio Conte

By Daniel Sianturi - Kamis, 10 Agustus 2017 | 12:45 WIB
Pelatih Chelsea, Antonio Conte, memberikan instruksi pada laga Community Shield antara Arsenal dan Chelsea di Stadion Wembley, London, 6 Agustus 2017. (DANIE: LEAL-OLIVAS/AFP)

Bursa transfer musim ini pun belum lagi tertutup. Dalam rangka memperkuat tim, maka Antonio Conte pun belum usai untuk mencari dan membeli pemain-pemain baru yang akan melengkapi skuadnya musim ini.

Yang jelas, Chelsea harus mempunyai skuad yang dalam lagi kuat bila tidak ingin terseok-seok.

Selain mempertahankan pemain pilar musim lalu, lantas aktif dan tepat di bursa transfer, keputusan untuk melakukan kebijakan rotasi bisa menjadi kunci dalam melakoni musim ini.

Selain persaingan keras di liga domestik (Premier League, FA Cup, Piala Liga) maupun di Liga Champions, ancaman badai cedera bisa jadi menyambangi para pemain The Blues.

Untuk itulah seraya memotivsi para punggawa Chelsea memunculkan hasrat dan kreativitas bermain, Conte harus cermat dalam melakoni kebijakan rotasinya di musim 2017/2018 ini.

Minimal setiap akhir pekan, saya pun minum jamu.

Bagi saya perpaduan kunyit asam dan beras kencur merupakan racikan jamu favorit. Saya pun meyakini sesungguhnya pangsa pasar jamu meningkat dari tahu ke tahun.

Entah masalah apa yang membuat Nyonya Meneer tak lagi berdiri.

Bisa jadi faktor gagal atau gagap menghadapi perubahan zaman dan trend para penikmat jamu menjadi awal dari kejatuhan Nyonya Meneer.

(Baca Juga: Menanti Dunia Berubah Setelah Neymar Terpatri di Buku Sejarah)

Satu hal jelas, kejatuhan Nyonya Meneer yang telah berdiri sejak tahun 1919 mengingatkan kita bahwa "dia yang bertahan bukan hanya paling kuat tapi juga yang paling adaptif".

Penggalan kalimat terakhir di atas bukanlah kata-kata bijak klasik tapi juga harus jadi motivasi bagi Antonio Conte dalam mengarungi musim baru.

Setelah musim lalu mencatatkan namanya sebagai manajer keempat asal Italia (setelah Carlo Ancelotti, Roberto Mancini dan Claudio Ranieri) yang memenangi Premier League maka target musim ini ialah menyamai prestasi Jose Mourinho.

Mou menggondol titel Liga Inggris back-to-back (2004/2005 dan 2005/2006) serta juara Liga Champions seperti apa yang telah ditorehkan Roberto Di Matteo bersama Chelsea di musim 2011/2012.

Bagi Conte, semuanya akan diawali Sabtu, 12 Agustus 2017, saat Chelsea menjamu Burnley, klub yang mengakhiri Liga Inggris musim pertama setelah Perang Dunia I, di posisi kedua, satu tingkat di atas Chelsea di akhir musim 1919/1920.

Sekali lagi kursi panas Manajer Chelsea akan jadi bagian dalam fragmen musim 2017/2018. Semoga kita semua tidak perlu lagi menyaksikan tragedi Liga Inggris berupa pemecatan Antonio Conte di musim ini.

Mungkinkah Antonio Conte bisa berdiri lebih lama dari para pembesut Chelsea sebelumnya di sisi lapangan kala The Blues bermain, terlebih di era Roman Abramovich? Entahlah!!

Satu yang pasti, saya tak tahu, apakah Antonio Conte seorang penikmat jamu, atau mungkin pernah mencicipi jamu bahkan produksi merek Nyonya Meneer?