Gaya Casual dan Trik Hooligan Lawas dalam Mengelabui Polisi

By Emier Erlanda - Selasa, 24 Oktober 2017 | 17:04 WIB
Suporter Liverpool berkumpul di Stadion Heysel, Brussels, Belgia pada laga Piala Champions antara Juventus dan Liverpool, 29 Mei 1985. Sebanyak 39 suporter Juventus meninggal menyusul keributan dengan fans Liverpool. (DOMINIQUE FAGET/AFP)

Suporter sepak bola menjadi sekelompok orang yang dianggap dekat dengan kekerasan. Hal ini wajar apabila melihat banyaknya insiden yang melibatkan suporter saat ini, terutama di Indonesia.

Namun, berbicara suporter bola, tentu tak hanya hal negatif saja yang bisa dikupas.

Banyak yang bisa menjadi pembahasan cukup kompleks mulai dari sejarah, rivalitas, dan bahkan style dari para suporter itu sendiri.

Ketika berbicara style, tentu kita akan teringat dengan subkultur casual.

Mungkin banyak yang belum tahu apa itu casual.

Casual merupakan bagian dari budaya sepak bola,ditandai oleh hooliganisme sepak bola yang cukup bertolak belakang pada tahun 1970an.

(Baca Juga: Pemain Mitra Kukar Ini Berkisah tentang Perilaku Zlatan Ibrahimovic dan Steven Gerrard di Ruang Ganti)

Para suporter mengenakan pakaian dari desainer terkenal dan mahal untuk menghindari perhatian polisi.

Mereka tidak memakai atribut kebesaran team agar bisa dengan mudah menyusup ke kelompok supporter lawan.

Sejarah casual muncul di akhir 1970-an ketika suporter Liverpool dan Everton memperkenalkan kepada seluruh inggris mengenai mode berpakaian ala Eropa daratan yang mereka dapatkan ketika away day ke Prancis dan Italia.

Mereka memperkenalkan brand–brand mahal macam Sergio Tacchini dan Lacoste ke seluruh daratan inggris.