Piala Presiden, Sebuah Kerinduan akan Kejayaan

By Thoriq Az Zuhri Yunus - Sabtu, 10 Februari 2018 | 08:20 WIB
Pendukung Persija Jakarta, Jakmania, membentangkan poster potret striker Persija Jakarta, Marko Simic, yang sedang menggendong salah seorang pendukung usai merayakan gol pada babak delapan besar Piala Presiden 2018 melawan Mitra Kukar di Stadion Manahan, Solo, Minggu (4/2/2018). (SUCI RAHAYU/BOLASPORT.COM)

Indonesia Beda Cerita

Meski pada awalnya digelar sebagai pengganti kompetisi utama yang tak bergulir, Piala Presiden dalam dua edisi terakhir dihelat sebagai turnamen pra-musim sebelum kompetisi utama dimulai.

Namun, berbeda dengan gelaran pra-musim di luar negeri, ajang Piala Presiden di Indonesia berlangsung seperti sebuah laga hidup mati demi meraih kejayaan.

(Baca juga: Status Quo dan Kerugian Penerapan Aturan Financial Fair Play bagi Klub-klub Eropa)

Tak akan saya sebutkan satu per satu, tapi tak sedikit pelatih, pemain, fan, dan manajemen tim yang sangat berhasrat untuk menjadi juara di ajang ini.

Memang ada pula sedikit yang tetap menjadikan Piala Presiden hanya sebagai laga uji coba, namun jumlahnya minim.

Aksi di lapangan mencerminkan hal tersebut.

Banyak aksi-aksi keras, kalau tak mau disebut kasar, yang terjadi, padahal turnamen pra-musim harusnya jadi ajang mencari kebugaran, bukan mencari cedera.

Tak jarang kedua tim bermain ngotot demi meraih kemenangan, bukan merupakan sesuatu yang salah memang, tapi menurut hemat saya, bukan itu esensi dari sebuah laga uji coba.

Lalu sebenanrnya, mengapa tim-tim di gelaran Piala Presiden ini seperti sangat ingin menjadi juara?