Arema FC dan Aremania Butuh Orang Lucu!

By Andrew Sihombing - Senin, 16 April 2018 | 17:13 WIB
Beberapa oknum suporter memasuki lapangan Stadion Kanjuruhan seusai pertandingan Liga 1 2018, Arema FC Vs Persib Bandung, Minggu (15/4/2018) (SUCI RAHAYU/BOLASPORT.COM )

 Satu nama bisa menghasilkan sejuta kenangan. Pacho Rubio, misalnya, mungkin hanya diingat oleh sebagian penikmat sepak bola nasional sebagai pemain asal Cile yang cuma semusim bertarung di kompetisi kasta tertinggi Indonesia. 

Oleh PSSI, pemilik nama asli Fransisco Rodriguez Rubio tersebut boleh jadi diingat sebagai striker bengal yang kelakuan dan tindak-tanduknya di lapangan dianggap buruk bagi sepak bola Indonesia hingga harus dikenai sanksi seumur hidup.

Tapi, bagi Aremania, Pacho Rubio adalah legenda sekaligus idola yang namanya tak pernah lekang dari hati mereka.

Titik puncak pemujaan Aremania terjadi pada laga 8 Besar Divisi Utama 1999-2000 antara Singo Edan kontra Persija di Stadion Utama Senayan (kini Stadion Utama Gelora Bung Karno, red.) pada 9 Juli 2000.

(Baca Juga: Arema FC Bisa Dihukum Lebih Berat dari Persija dan Persib)

Pacho memborong dua gol Singo Edan dalam kemenangan 2-1 atas tuan rumah yang diperkuat sejumlah pemain timnas Indonesia.

Selepas pertandingan itu pula, Pacho mengeluarkan pernyataan yang membuat namanya abadi.

"Meski tanganku terluka karena cedera, saya akan tetap berusaha sekuat tenaga seperti singa di pertandingan berikutnya sebab saya masih punya kaki dan kepala untuk mencetak gol," katanya ketika itu.

Epos Pacho ini menjadi awal kisah dalam film Darah Biru Arema.

Cerita berawal dari sejumlah individu yang menonton siaran langsung pertandingan pertama Grup Barat pada babak 8 Besar Divisi Utama 1999-2000 antara Arema versus Persija.

Salah satunya seorang pria dewasa yang pada saat bersamaan sedang menunggui istrinya yang hendak melahirkan di rumah.

Singkat cerita, saking girangnya merayakan gol Pacho, sang pria mengalami sakit jantung dan akhirnya meninggal dunia hanya beberapa saat setelah tangis sang anak pecah untuk pertama kalinya.

Tragedi ini yang membuat Susanti, sang istri, memberikan nama Pacho Rubio buat anak semata wayangnya itu.

Ada beberapa kalimat sederhana, namun membekas, dari film yang diluncurkan pada 2014 tersebut. Salah satunya ketika Pacho Rubio kecil melerai temannya yang hendak berkelahi saat tengah bermain bola.

"Arema itu persaudaraan. No rasis, no anarki, no sleding (sliding, red.)," ucap Pacho.

Ada pula ucapan pria paruh baya berambut gondrong pengendara vespa tanpa nomor pelat yang menyelamatkan Pacho kecil dari tertabrak kereta api.

(Baca Juga: Arema FC Vs Persib - Alat Medis Hancur, Petugas Medis Kesulitan Tolong Aremania)

"Arema itu semangat pantang menyerah. Arema itu persaudaraan, persatuan, enggak gelut-gelutan," kata pria yang dipanggil Pakde itu.

"Aremania sejati itu bukan di sini (sambil memegang kepalanya,red), tapi di sini (menunjuk dada Pacho kecil)," tuturnya.

Citra

Kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, pada Minggu (15/4/2018), tentu tak menggambarkan Aremania seperti yang dimaksudkan oleh Pacho Rubio kecil maupun Pakde dalam film tersebut.

Tak puas dengan angka 2-2 yang tertera di papan skor, sebagian suporter memanjat pagar pembatas dan menerjang masuk ke lapangan.

Sebagian pendukung Singo Edan juga terlihat melakukan pelemparan, salah satunya membuat kening pelatih Persib, Roberto Carlos Mario Gomez, terluka.

Sekitar 200 suporter Arema FC harus mendapat perawatan medis akibat kericuhan, baik akibat trauma maupun efek dari gas air mata yang dilepaskan petugas kepolisian.

Boleh jadi tak sedikit yang terkejut melihat Aremania pada detik-detik akhir injury time babak kedua laga Arema FC kontra Persib Bandung tersebut.


Suasana di lorong Stadion Kanjuruhan seusai pertandingan Liga 1 2018, Arema FC Vs Persib Bandung, Minggu (15/4/2018)(OVAN SETIAWAN/BOLASPORT.COM)

Betapa tidak, setidaknya satu dekade terakhir, Aremania dikenal sebagai kelompok suporter dengan kreativitas tinggi saat mendukung tim kesayangan mereka.

Aremania tidak ke mana-mana, tapi ada di mana-mana, begitu slogan terkenal yang melambangkan kesetiaan mereka mendukung Singo Edan.

Salah satu atraksi luar biasa Aremania tak lain Victory of Light, yakni ketika ribuan dari mereka menyalakan senter dan mengarahkannya ke atas sehingga membuat Stadion Kanjuruhan seperti mengeluarkan cahaya terang.

(Baca Juga: Cara Senyap Persib Tinggalkan Stadion Kanjuruhan Pasca-riuh Suporter)

Belum lagi mengingat citra orang Malang yang dikenal cenderung santai dan sportif. Woles, begitulah kira-kira orang menyebutnya.

Namun, citra positif itu akhirnya tercoreng secara masif akibat kericuhan di Stadion Kanjuruhan akhir pekan lalu tersebut. Ada yang menyebut kericuhan ini akibat dari kesalahpahaman.

"Di tribune salah satu tribune ada salah paham dulu antara Aremania dan steward. Aremania mau ambil barang yang jatuh, tapi steward bersikap berlebihan dengan memukul suporter itu. Disusul oleh polisi," kata Irfan Nurul Huda, salah satu Aremania dari Jawa Tengah, kepada BolaSport.com, Senin (16/4/2018).

Aksi itu juga disebut tak lepas dari kekecewaan Aremania atas kepemimpinan wasit Handri Kristanto.

Bila ditarik lebih jauh, tindakan tak terpuji Aremania itu juga merupakan perwujudan ketidakpuasan atas performa Dendi Santoso dan kolega di awal Liga 1 2018.

Ditambah hasil imbang kontra Persib itu, Singo Edan terjerembab di dasar klasemen dengan tabungan 2 poin.

Arema FC juga tercatat sebagai tim dengan jumlah kebobolan terbanyak untuk sementara (9 gol).

Mengelola Frustrasi

Tentu ada fakta yang menyedihkan bila memang insiden di Kanjuruhan pada akhir pekan lalu itu merupakan wujud ketidakpuasan.

Saya seketika teringat pada lelucon yang viral di dunia maya selepas pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer untuk tingkat SMA pekan lalu.

Beragam komentar disampaikan lewat akun Instagram Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy.

"Ini yang protes soal mtk gimana yak, buktinya saya belajar serius, alhamdulillah ngisi username sama passwordnya gak salah," tulis yang satu.

"Saya sadar dan tau dosa saya banyak tp saya ga nyangka ternyata tuhan menghukum saya dengan cara seperti ini," tulis yang lain.

Masih banyak komentar nyeleneh lain, baca saja dan Anda pasti akan tergelak karenanya.


Pelatih Persib, Mario Gomez (kanan) bersama dr Rafi Ghani di salah satu ruangan Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang saat timnya menahan Arema FC dan laga ricuh, Minggu (15/4/2018) malam. (Istimewa)

Meminjam istilah rekan senior di akun Facebook miliknya, celotehan protes para pelajar terkait UNBK menunjukkan selera humor luar biasa dan pertanda kemampuan mereka mengatasi sistem pendidikan yang sangat kekanak-kanakan.

Kendati jenaka, sikap para pelajar terkait UNBK bukannya tak mendapat respons.

Sebagaimana dilansir dari Kompas.com, Muhadjir akhirnya mengakui bahwa UNBK 2018 dibuat lebih sulit dibanding tahun sebelumnya dan meminta maaf atas hal itu.

Di sisi lain, para pelajar itu sekaligus memperlihatkan kemampuan mengelola rasa frustrasi mereka menghadapi kekakuan generasi yang lebih tua.

Hal terakhir inikah yang tak dimiliki oleh Aremania? Benarkah mereka sudah tak mampu lagi mengelola rasa frustrasi mereka melihat performa Singo Edan di Liga 1 yang masih sangat dini?

Bukankah rasa humor seperti ini disebut sebagai salah satu ciri generasi milenial?

Jika memang demikian, apakah ini berarti Aremania sekarang diisi oleh "generasi zaman old" yang tak mampu mengelola rasa kecewa mereka?

Di sisi lain, kericuhan yang terjadi akhir pekan lalu juga seakan memperlihatkan betapa Arema FC harus lebih baik dalam crisis management.

Hal ini tak lepas dari komentar Media Officer tim asal Kota Malang, Sudarmadji.

"Kronologi dalam konteks manajemen tadi sudah berdiskusi bahwa gerakan penonton itu banyak bereaksi karena keputusan wasit," ujar Sudarmaji, seperti dikutip BolaSport.com dari Kompas.

(Baca Juga: Ini Dugaan Penyebab Kerusuhan Suporter pada Laga Arema FC Vs Persib)

Selain bak mencari kambing hitam atas ulah suporter yang tak bisa dibenarkan dari sisi mana pun karena merangsek ke dalam lapangan pertandingan, bisa saja sebagian orang memandang kalimat tersebut sebagai pemakluman.

Ah, sepertinya baik Arema FC maupun Aremania saat ini benar-benar sangat membutuhkan orang lucu yang membantu mereka mengelola rasa frustrasi dengan lebih baik.