Apa Sesungguhnya Penyebab Kematian Kiper Persela Lamongan Choirul Huda?

By Nina Andrianti Loasana - Senin, 16 Oktober 2017 | 17:43 WIB
Kiper Persela, Choirul Huda, beraksi pada sebuah laga Liga Indonesia, 20 September 2010. (HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLASPORT.COM)

Kiper Persela Lamongan, Choirul Huda, meninggal dunia, Minggu (15/10/2017) sore. Pemicunya adalah benturan Huda dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues, dalam laga Liga 1 kontra Semen Padang di Stadion Surajaya.

Pada menit ke-44, Huda coba mengamankan gawang dari ancaman Marcel Sacramento, tetapi dadanya malah mengenai kaki dari Rodrigues.

Huda sempat bergerak, kemudian tidak sadarkan diri. Tim medis langsung melarikan sang penjaga gawang ke rumah sakit dengan ambulans.

Sebelum dilarikan ke rumah sakit, sosok berusia 38 tahun itu sempat mendapatkan pertolongan dengan alat bantu oksigen.

"Tadi masih sadarkan diri dan mengeluh sakit di bagian dada, kemudian tidak sadar," ujar salah satu tim medis yang membantu evakuasi ke rumah sakit.

Menurut diagnosis dokter Yudistiro Andri Nugroho, Spesialis Anastesi (Kepala unit Instalasi Gawat Darurat RSUD dr Soegiri Lamongan), ada benturan di bagian dada dan rahang bawah Huda.

Sang pemain diduga mengalami trauma dada, kepala, dan leher. Di dalam leher, ada sumsum tulang yang menghubungkan batang otak.

"Mungkin itu yang menyebabkan Choirul Huda henti jantung dan napas," kata Yudistira.

Sebelumnya, beberapa dugaan awal muncul soal penyebab meninggalnya Choirul Huda, salah satunya karena hypoxia. Lalu, muncullah hasil diagnosis seperti diutarakan Yudistira.

Menurut pemeriksaan, Huda mengalami trauma benturan sehingga menyebabkan henti napas dan henti jantung.

"Choirul Huda mengalami trauma benturan dengan sesama pemain sehingga terjadi apa yang kita sebut henti napas dan henti jantung. Oleh teman-teman medis di stadion sudah dilakukan penanganan pembebasan jalan napas dengan bantuan napas. Kemudian, Huda dirujuk ke UGD RSUD dr Soegiri. Di ambulans, Huda juga ditangani secara medis untuk bantuan napas maupun untuk penanganan henti jantung," ujar Yudistrio Andri, Minggu.

Trauma benturan pada titik tertentu di dada memang bisa menyebabkan henti jantung.

Kejadian yang juga dikenal dengan nama commotio cordis ini kerap menyerang atlet di berbagai cabang olahraga. Terutama olahraga seperti baseball, hoki, karate, rugby dan sepak bola.


Commotio Cordis()

Kasus ini umunya terjadi jika kecepatan benda yang menghantam dada mencapai 48-80 km/jam.

Nyaris 80% atlet yang mengalami commotio cordis tak selamat meski telah diberi penanganan pompa dan kejut jantung.

Yudistira kemudian menjelaskan, pihak RSUD dr Soegiri Lamongan melakukan pemasangan alat bantu pernapasan terhadap Choirul Huda segera setelah tiba di rumah sakit.

"Sesampainya di UGD, Huda segera ditangani. Kami melakukan pemasangan alat bantu napas yang sifatnya permanen. Kami lakukan inkubasi dengan memasang alat semacam pipa napas. Itu yang menjamin oksigen bisa 100 persen masuk ke paru-paru. Dengan itu, kami harapkan kami melakukan pompa otak sama jantung," tuturnya.

Dokter Yudistrio mengatakan, setelah diberi penanganan, sempat ada respons dari Choirul Huda, tetapi kemudian menurun.

"Sempat ada respons dari Choirul Huda dengan adanya gambaran kulit memerah, tetapi kondisinya tetap semakin menurun. Pompa jantung dan otak itu dilakukan selama satu jam tidak ada respons. Tidak ada refleks tanda-tanda kehidupan normal. Kemudian, kami menyatakan Huda meninggal pada pukul 16.45. Kami sudah mati-matian untuk mengembalikan fungsi vital tubuh Choirul Huda," ujarnya.