Sains di Balik Kejuaraan Dunia Masters

By Persiana Galih - Minggu, 16 September 2018 | 12:30 WIB
Salah satu perlombaan nomor 100 meter yang diikuti oleh lansia di Kejuaraan Dunia Masters Atletik di Malaga, Spanyol. (PERSIANA GALIH/BOLA)

"Dengan metode itu, kami bisa mengukur kekuatan otot betis yang akan ditampilkan lewat ultrasonografi,” tutur Jorn. Dalam dunia medis, ultrasonografi merupakan diagnostik yang berguna untuk memeriksa organ tubuh manusia.

Modal Semangat

Sejauh ini, Jorn belum bisa menyimpulkan hasil penelitiannya. Kesimpulan sementara, kata dia, seseorang di masa muda lebih baik mengisi keseharian dengan dengan pola makan dan pikiran yang sehat.

"Tujuan penelitan ini tidak lain adalah demi mengembangkan ilmu pengetahuan olahraga. Saya harap hasil penelitian ini dapat membantu atlet-atlet lanjut usia," ujarnya.

Setiap atlet yang berlomba di Kejuaraan Dunia Masters adalah juara. Sementara keping medali adalah bonus dari semua itu.

(Baca juga: Japan Open 2018 - Viktor Axelsen, Peringkat Pertama Dunia, dan Batu Sandungan dari Kento Momota)

Kurang lebih itu yang dibilang Nadia Cunningham, sprinter putri Jamaika, kepada BolaSport.com.

Menurut peraih medali emas nomor lari 100 meter kategori usia 40-44 tahun ini, kejuaraan masters adalah kejuaraan bagi orang dengan semangat berkompetisi yang tak pernah mati.

Sejauh ini, semangat berkompetisi itu pula yang membuat ribuan atlet dari seluruh dunia datang ke setiap Kejuaraan Dunia Masters. Mereka tak pernah diberi pemahaman soal sejauh mana seorang atlet lansia dapat memaksimalkan kemampuannya.

Cunningham berharao penelitian tersebut bermanfaat bagi para peserta dan menambah persaingan di kejuaraan masters.