Musim Panas Tersulit, Akankah Simeone Tetap Berpakaian Serba Hitam?

By Mukhamad Najmul Ula - Minggu, 7 Juli 2019 | 06:41 WIB
Pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone, merayakan kesuksesan timnya menjuarai Piala Super Eropa 2018. ( BOBBY ARIFIN/TABLOID BOLA )

Dengan gaya sepak bola yang, oleh Eddward S. Kennedy disebut Machiavellian, Atletico juga bisa menularkan kejayaan ke ranah kontinental.

Baca Juga: Bikin Operan Ajaib untuk Gol Sergio Aguero, Lionel Messi Kena Kartu Merah

Atletico jadi lebih tahan banting di Eropa karena gaya Cholismo kompatibel dengan sistem gugur.

Mereka hanya tinggal memastikan agar tak kebobolan dalam dua laga kandang-tandang. Hasilnya, dua trofi Liga Europa pada musim 2011/12 dan 2017/18. Di Liga Champions, mereka sekali menembus semifinal, serta dua kali ditundukkan di babak final.

Para pemain yang dipilih Simeone pun terkesan harus punya spesifikasi khusus. Jika Cholismo berarti "ketangguhan khas kelas pekerja", maka para pemainnya jelas memiliki keunggulan dalam hal fisik, etos kerja, dan agresivitas.

Para kapten Simeone lebih banyak diisi oleh mereka yang mengomandoi lini belakang. Gabi Fernandes, lalu disusul Diego Godin. Mereka dianggap "manifestasi sempurna" dari Simeone itu sendiri di dalam lapangan.

TWITTER.COM/SIMEONE
Pelatih Atletico Madrid, Diego Simeone menolak menyalahkan VAR sebagai biang keladi atas kekalahan timnya dari Real Madrid.

Tak terasa, sudah delapan tahun sejak Simeone menanamkan pengaruh di ibukota Spanyol.

Kandang Atletico telah berganti, dari Vicende Calderon, pindah ke Wanda Metropolitano. Pelan-pelan, para pemain yang dulu menjadi andalan kini menua dan bersiap pergi.

Robbie Dunne punya metafora: Bila Cholismo diibaratkan sebagai rumah, para pemainnya adalah sejumlah tiang penyangga yang mencegah atapnya ambruk dan menimpa diri sendiri. Dan pada musim panas ini, beberapa tiang penyangga telah dipastikan meninggalkan klub.