Bom European Super League Meledak: Siapa Pesertanya, Apa Alasannya, Bagaimana Efeknya buat Sepak Bola?

By Beri Bagja - Senin, 19 April 2021 | 15:15 WIB
Presiden Real Madrid, Florentino Perez, berbicara dalam konferensi pers. (TWITTER.COM/REALMADRID)

BOLASPORT.COM - Deklarasi proyek European Super League oleh klub-klub elite menimbulkan sikap kontra dari otoritas sepak bola tertinggi di Eropa (UEFA) dan Dunia (FIFA).

Dunia sepak bola dihebohkan dengan deklarasi resmi klub-klub anggota European Super League (ESL) ihwal pelaksanaan turnamen baru yang mengundang kontroversi tersebut.

Bom itu jatuh pada Minggu (18/4/2021) ketika 12 klub elite Eropa kompak menyepakati proposal Liga Super Eropa, yang bisa jadi mengubah struktur sepak bola secara global.

Apa itu European Super League?

Berikut beberapa hal yang harus kamu ketahui mengenai kompetisi yang bakal menyaingi, bahkan membunuh, pamor Liga Champions ini.

Siapa saja pesertanya?

Dua belas klub top dari tiga negara besar Eropa telah mendeklarasikan diri sebagai peserta.

Liga Inggris mewakilkan anggota kelompok the big six Premier League: Manchester United, Liverpool, Chelsea, Arsenal, Manchester City, dan Tottenham Hotspur.

Baca Juga: UEFA Tindak Tegas Wacana European Super League, Lionel Messi Bisa Pensiun Dini

Liga Spanyol mengirim tiga penguasa utama: Barcelona, Real Madrid, dan Atletico Madrid.

Adapun representasi dari Liga Italia adalah tiga kolektor trofi terbanyak: Juventus, AC Milan, dan Inter Milan.

Kedua belas klub itu menahbiskan diri sebagai Founding Clubs alias klub pendiri Liga Super Eropa.

Mereka masih mencari 3 klub lagi guna melengkapi susunan jadi 15 founders.

Bayern Muenchen, Borussia Dortmund, Paris Saint-Germain digadang-gadang sebagai kandidat 3 klub itu.

Mereka sudah menolak, tetapi ESL tetap berupaya keras merayu trio tersebut untuk bergabung.

Baca Juga: 6 Klub Liga Inggris Gabung European Super League, Legenda Man United: Ini Perang Lawan Sepak Bola!

Kelima belas klub pendiri itu bakal dilengkapi 5 anggota sisa, yang akan dirotasi berdasarkan performa per tahunnya, sehingga membentuk kompetisi berisikan total 20 klub.

Nantinya, hanya para klub pendiri yang tidak akan terdegradasi.

Presiden European Super League saat ini adalah presiden klub Real Madrid, Florentino Perez, dengan salah satu wakilnya adalah presiden klub Juventus, Andrea Agnelli.

Kapan kompetisi dimulai?

Para klub anggota ingin melakoni start sesegera mungkin jika kondisi mendukung.

Kabarnya, European Super League edisi perdana mereka harapkan sudah bisa digelar paling cepat Agustus tahun ini.

Bagaimana format kompetisinya?

Format yang dibeberkan para founder ialah membagi kompetisi ke dalam dua liga/grup berisi masing-masing 10 klub.

Peserta akan memainkan dua partai, kandang dan tandang, dalam sistem round-robin, sehingga total masing-masing tim menjalani 18 partai di grup.

Tiga klub teratas di setiap grup maju ke babak knock-out untuk membentuk fase perempat final.

Adapun dua tempat tersisa akan diperebutkan pemenang play-off antara tim peringkat 4 dan 5 di setiap grup.

Baca Juga: Jijik Lihat Man United Ikut European Super League, Neville Ingin Setan Merah Turun Kasta dan Burnley Juara

Jadwal pertandingan bakal dimainkan pada tengah pekan yang otomatis bakal bertumpukan dengan agenda Liga Champions.

Dengan menggelar laga pada midweek, klub jadi bisa tetap berkomitmen di liga domestik masing-masing.

Kenapa European Super League dibentuk?

Cuan!

Sebenarnya, rencana pembentukan liga yang hanya diikuti tim-tim elite Eropa sudah tercium sejak era 1990-an.

Berbagai revolusi format kejuaraan antarklub yang dibentuk UEFA perlahan meredupkan proyek ambisius itu.

Namun, kehadiran pandemi COVID-19 membuat wacana pembentukan liga super semakin kencang digenjot.

Klub-klub membutuhkan model finansial yang diyakini cocok dan cepat buat memulihkan kondisi keuangan yang babak belur.

European Super League dipercaya dapat mendukung keberlanjutan status finansial klub dalam jangka pendek dan panjang.

Dikutip BolaSport.com dari Sky Sports, bank investasi raksasa Amerika, JP Morgan, membantu mengucurkan sekitar 5 miliar dolar AS (Rp72,8 triliun) kepada para klub pendiri guna mendukung rencana investasi infrastruktur dan menutupi kerugian akibat pandemi.

Adapun angka dari potensi pendapatan sektor lain bisa menambahnya lebih gila lagi.

Kenapa UEFA dan FIFA menentang keras?

Tentu saja. Liga Super Eropa memungkinkan pendapatan klub dari kompetisi beredar di kantong pesertanya sendiri.

Hal ini berbeda dengan skema di UEFA, yang mendistribusikan sejumlah uang dari hak siar Liga Champions, misalnya, buat klub-klub kecil dan asosiasi tim nasional yang membutuhkan sokongan di semua penjuru Benua Biru.

Uang tersebut membantu keberlanjutan di bidang olahraga pada level akar rumput dan profesional di beberapa negara.

Klub-klub elite Eropa tidak puas dengan kue pembagian dari UEFA, sehingga selalu meminta porsi lebih besar setiap tahunnya.

Makanya, mereka menggunakan Liga Super Eropa ini sebagai respons atau ancaman.

Real Madrid dan geng merasa bahwa merekalah alasan kenapa jutaan orang ingin menonton Liga Champions.

Baca Juga: Mungkinkah 4 Tim Inggris Saling Bunuh Lagi di Final Liga Champions dan Liga Europa Musim Ini?

Nilai siar pun semakin terdongkrak jika laga mempertemukan sesama tim raksasa.

Anggota Liga Super Eropa adalah barisan tim-tim elite yang mapan dalam hal prestasi dan basis suporter di dunia, sehingga yakin suporter tetap akan menyaksikan mereka di kompetisi yang baru.

Dengan hengkangnya klub-klub raksasa Eropa ke Liga Super, bisa dibayangkan seperti apa pamor Liga Champions, apalagi Liga Europa, nantinya?

Kebijakan inilah yang dinilai bakal mematikan nilai-nilai sepak bola. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin terjepit.

"(Mereka) Diracuni keserakahan dan tak punya solidaritas," kata Presiden LaLiga, Javier Tebas.

Bagaimana langkah UEFA dan FIFA?

UEFA sebagai pihak yang mengeklaim punya wewenang luas mengatur segala kompetisi di Eropa sudah melayangkan kecaman.

Anggota Liga Super terancam dicoret dari liga domestik masing-masing, begitu pula dari partisipasi mereka di kompetisi semua level garapan UEFA.

Di strata global, para pemain yang memperkuat klub anggota ESL juga bisa dicopot haknya untuk membela tim nasional masing-masing, serta dari segala kompetisi antarnegara di bawah FIFA.

Artinya, kalau ancaman ini direalisasikan, jangan harap kita bisa melihat pemain-pemain Barcelona, Juventus, atau Man United membela negara mereka di Piala Dunia.

Namun, pertanyaan kontradiktif pun mengemuka.

Kalau pertimbangan finansial yang jadi ukuran, para pemain elite juga akan memilih memperkuat klub top dengan tawaran gaji tinggi dibandingkan harus pindah ke klub semenjana.

Apakah FIFA sendiri siap menggelar Piala Dunia tanpa adanya bintang-bintang top dunia yang mayoritas membela klub raksasa di Eropa?

Atau, apakah bintang top sekelas Paul Pogba harus pindah dulu ke West Ham agar bisa membela timnas Prancis di Piala Dunia dan Euro?

Jadi, apakah Europan Super League benar-benar bisa digelar?

Tidak semudah itu. Setidaknya, bukan untuk waktu dekat ini.

Florentino Perez dkk bakal menemui segudang hambatan buat merealisasikan cita-cita liga para juara.

Mereka bukan hanya melawan otoritas UEFA dan federasi negara bersangkutan, tetapi juga pemerintah.

Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, sudah mengeluarkan kecaman bahwa rencana pembentukan European Super League akan merusak sepak bola.

 

Pun Wakil Presiden Uni Eropa, Margaritis Schinas, yang menilai sepak bola bukan hanya untuk golongan klub kaya.

"Universalitas, ketercakupan, dan keberagaman adalah elemen kunci dari olahraga Eropa," ucapnya dalam sebuah twit.

Namun, para anggota ESL pastinya tak kalah gencar mengupayakan rencana agar bisa terwujud.

Seperti pernyataan mereka, Founding Clubs siap menggelar diskusi dengan UEFA atau FIFA untuk bekerja sama agar menemukan solusi terbaik untuk liga impian yang baru ini dan sepak bola secara keseluruhan.