Asian Para Games 2022 - Olah-rasa Para Panahan Indonesia, Hanya Langit yang Menjadi Batas

By Ardhianto Wahyu Indraputra - Rabu, 11 Oktober 2023 | 19:30 WIB
Suasana latihan tim para panahan untuk persiapan menuju Asian Para Games Hangzhou 2022 di Lapangan BBRSPDF Prof. Dr. Soeharso, Solo, Jawa Tengah, 10 Oktober 2023. (WAHID FAHRUR ANNAS/BOLASPORT.COM)

"Sekarang kita panas-panasan tiap hari dari November, pulang jarang, bapak dan ibu juga jarang-jarang ke sini, mau liburan juga ke mana, kadang Sabtu Minggu ada agenda, masa mau mengincar medali perunggu," jawab Ken dengan bersemangat.

"Harus maksimal. Logika saja, kami kepanasan, coba saja berdiri di situ, terus berpikir besok mau jadi peserta aja, pulang saja Bro! Kalau aku, mending tidur, sumpah. Di rumah kan enak. Di sini kita latihan, panas-panasan."

"Tapi kembali lagi bahwa ada faktor yang namanya kekuasaan Allah dan itu yang kita harapkan karena usaha kita pun ada batasnya. Kita tidak bisa latihan 24 jam selama 7 hari, enggak bisa. Kita minta supaya batasnya dinaikkan lagi."

Mengendalikan ekspektasi akan sangat krusial. Tim pelatih telah belajar dari Kejuaraan Dunia di mana batas kelolosan ke Paralimpiade dirahasikan agar tidak mengganggu fokus atlet yang bertanding.

Di panahan, teknik saja memang tidak cukup. Pelatih Idya membeberkan bahwa dari segi, seluruh atlet di dunia hampir setara sehingga faktor non-teknis yang bisa menjadi pembeda. 

Suasana hati pun penting untuk dijaga agar target bisa dibidik dengan akurat. Oleh karenanya Kholidin menyebut panahan sebagai "olahrasa", lebih dari sekadar olahraga.

"(Persiapannya) sebenarnya kurang untuk jam terbang ya tapi dengan apa yang ada, ya kita manfaatkan saja. Kita maksimalkan, kita jaga fisik, mental, mood-nya kita jaga," ujar Kholidin.

"Panahan ini memang olah-rasa ya, kalau ada perasaan enggak enak atau enggak nyaman, sudah ambyar tuh skornya," papar pria yang menggeluti para panahan sejak musibah yang membuatnya kehilangan hampir semua lengan kanannya.

Dalam menjaga atmosfer positif, manajer tim para panahan Indonesia, Indriyani, menggunakan pendekatan kekeluargaan di mana sebisa mungkin tak ada sekat antara pemain, pelatih, maupun ofisial.

Contoh kecilnya adalah bagaimana mengambil kembali anak panah dari sasaran yang tidak hanya dilakukan atlet sendiri tetapi juga bersama-sama dengan pelatih dan termasuk sang manajer sendiri.