Piala Dunia 2018 baru berjalan di periode pertama babak grup. Meski begitu, turnamen telah terlihat menarik dan penuh drama, terutama soal langkah tertatih-tatih para kandidat juara.
Spanyol, Argentina, Jerman, dan Brasil kompak tanpa kemenangan di gim perdana fase grup PD 2018.
Kubu Spanyol masih dapat dimaklumi. La Furia Roja, yang kehilangan pelatih Julen Lopetegui sehari sebelum kick-off PD 2018, harus bersua tim kuat Portugal. Gim di Grup B itu berakhir seri 3-3.
Namun, simpati sulit untuk diberikan kepada Argentina, Jerman, dan Brasil sebab gagal menang atas tim-tim yang di atas kertas berkualitas di bawah mereka.
Argentina ditahan seri 1-1 oleh debutan Piala Dunia, Islandia, Sabtu (16/6/18).
(Baca Juga: Jadwal Lengkap Piala Dunia 2018, Awal dan Akhir di Moskow)
Juara bertahan Jerman kalah 0-1 atas Meksiko (17/6/18).
Brasil, tim pertama dari Amerika Selatan yang lolos ke Rusia, bermain imbang 1-1 dengan Swiss (17/6/18).
Hasil-hasil tersebut bak sebuah peringatan buat ketiga unggulan PD 2018 itu untuk tetap memijak bumi.
Hal ini dikarenakan Argentina, Jerman, dan Brasil menunjukkan sikap "cukup pongah" sebelum menjalani partai pertama mereka.
Argentina, misalnya. Pelatih Jorge Sampaoli berulang kali menegaskan bahwa timnya merupakan tim Lionel Messi.
Sampaoli memilih para pemain lain yang dianggap dapat membantu Messi tampil beringas selama di Rusia.
Mantan pelatih Cile itu bahkan berkoar bahwa Argentina bisa menjadi juara dunia 2018 karena keberadaan megabintang milik Barcelona itu.
Tak cuma itu, Sampaoli bahkan mengungkapkan starting XI kontra Islandia dalam konferensi pers prapertandingan sehari sebelum duel.
(Baca Juga: Piala Dunia 2018 - Jadwal Timnas Jerman di Fase Grup)
Apalagi yang bisa disebut terkait hal ini selain bahwa eks pelatih Sevilla itu meremehkan Islandia?
Islandia berhasil membuat Messi tak berbahaya, mempersempit ruang gerak dan suplai bola kepada pemain berusia 30 tahun itu.
Pelajaran pun didapat. Skuat besutan Heimir Hallgrimsson mengajarkan Argentina betapa pentingnya kerja sama tim yang solid ketimbang terlalu bergantung pada satu pemain seorang.
Sementara itu, arogansi Jerman dipicu antusiasme berlebihan sang juara bertahan. Plus label unggulan, Tim Panser merasa terlalu percaya diri akan persiapan mereka sendiri.
Sayap Jerman, Julian Draxler, secara nyeleneh mengatakan skuat Die Mannschaft sudah terlalu bosan berlatih, tidak sabar bertanding di PD 2018.
"Kami sudah melalui persiapan yang lama. Saya pikir semua pemain sudah muak pada sesi latihan. Kami tidak bisa lagi tahan hanya berlatih," ujar Draxler pada Sabtu (16/6/18).
Pemain yang kesulitan bersaing di Paris Saint-Germain sepanjang 2017-2018 itu melontarkan pernyataan seakan-akan tim lain tidak melakukan persiapan matang buat pergelaran di Rusia ini.
Fakta di lapangan, Jerman kewalahan meladeni serangan balik Meksiko, strategi yang telah disiapkan lawan mereka jauh-jauh hari.
"Kami telah punya rencana sejak enam bulan lalu, yaitu memiliki dua pemain berkaki cepat di sayap. Kami memilih Hirving Lozano, pemain tercepat kami, dan Miguel Layun, gelandang serang kami," kata pelatih Meksiko, Juan Carlos Osorio, usai mengalahkan Jerman 1-0 berkat gol tunggal Lozano.
Pelajaran memijak bumi bagi Jerman ialah pentingnya mengingat bahwa semua partisipan PD 2018, termasuk para nonunggulan, juga melakukan persiapan semaksimal mungkin demi berbicara banyak sepanjang turnamen.
Maka, para tim unggulan perlu menaruh sikap respek pada lawan karena dengan persiapan masak itu, para rival tim papan atas juga punya kesempatan sama besarnya untuk meraih hasil positif di PD 2018.
Di sisi lain, optimisme kubu Brasil sebelum turnamen didapat dari hasil-hasil hebat sepanjang kualifikasi PD 2018 dan uji coba.
(Baca Juga: Piala Dunia 2018 - Jadwal Timnas Belgia di Fase Grup)
Tim Samba dinilai sebagai tim paling lengkap dalam soal materi pemain karena kekuatan merata di tiap lini.
Lihat saja hasil di uji coba sepanjang 2018 di mana Brasil menangi semua 4 laga, mencetak 9 gol, dan tanpa kebobolan.
Materi berlimpah di lini serang membuat pelatih Adenor Leonardo Bacchi alias Tite berani menggunakan 4 pemain menyerang sekaligus di tiap laga.
Yang jadi soal, Tite mengabaikan kebugaran fisik pemain.
Neymar, yang mengalami cedera parah pada akhir Februari, terus diturunkan oleh Brasil sejak Mei 2018, termasuk pada gim perdana melawan Swiss.
Padahal, Tite mengakui sebelum pertemuan versus Swiss bahwa penyerang PSG itu belum sepenuhnya pulih.
Alhasil, Neymar tampak kesulitan menginspirasi serangan Brasil.
Tak cuma itu, Brasil mengesampingkan bahwa terkadang ada faktor X di tiap pertandingan yang tak selalu berpihak pada tim kuat.
Sebelum bersua Brasil, pelatih Swiss, Vladimir Petkovic, merasa timnya perlu menemukan dewi fortuna di PD 2018.
"Kami harus memancing keberuntungan kami. Itu tidak bisa dimiliki jika kami hanya bermain bertahan," ucap Petkovic.
(Baca Juga: Lionel Messi Sebut 4 Negara dengan Level di Atas Argentina)
Swiss dinaungi keberuntungan di mana gol penyama kedudukan dari Steven Zuber terhitung kontroversial karena sang pencetak gol dianggap pemain Brasil lebih dulu mendorong bek Joao Miranda.
Pelajaran buat Brasil ialah krusialnya memilih pemain yang benar-benar siap fisik dan mental untuk bertarung, bukan sekadar karena nama besar.
Selain itu, para unggulan perlu paham bahwa label tersebut tak berarti jika mereka bermain tanpa keberuntungan.
Akankah Argentina, Jerman, dan Brasil bakal benar-benar paham akan pelajaran dari hasil putaran I babak grup dan bangkit di gim-gim berikutnya? Mari kita nantikan.
Editor | : | Weshley Hutagalung |
Sumber | : | BolaSport.com |
Komentar