Bayern Muenchen Terlalu Perkasa, Inikah Cara Merusak Kedigdayaan Mereka?

By Beri Bagja - Rabu, 7 Februari 2018 | 20:03 WIB
Para pemain Bayern Muenchen merayakan gol Franck Ribery (dua dari kiri) ke gawang Mainz dalam partai Liga Jerman di Mainz, 3 Februari 2018. (DANIEL ROLAND / AFP)

Akibatnya, klub tak akan dikendalikan oleh hasrat finansial para investor.

Salah satu sisi baiknya, aturan itu membuat kebijakan klub terkendali sesuai keinginan mayoritas suporter, termasuk soal distribusi harga tiket yang murah.

Fans menjadi punya ikatan sangat kuat dengan klub karena mempunyai hak melalui kepemilikan tersebut.

Pendukung klub akan rela berbondong-bondong memadati stadion, seperti yang terjadi rutin di Liga Jerman.

DFL tak mau melihat adanya fenomena Manchester City, Chelsea, atau Paris Saint-Germain baru di Bundesliga.

Sisi negatifnya, sulit bagi klub-klub kecil bersaing secara finansial tanpa suntikan dana dari investor guna mempersenjatai skuat.

Selain itu, kedatangan para pemilik modal berkantong tebal berdampak pada kenaikan harga tiket karena klub pasti bakal mencari kompensasi lebih dari dana besar yang telah dikeluarkan untuk investasi tim.

"Kami harus membuat perubahan bersama-sama di Bundesliga. Kami mesti memperkuat tanggung jawab langsung terhadap klub," ucap Kind, dilansir BolaSport.com dari As.

Seperti data Bild yang dikutip BolaSport.com, sebanyak 12 dari 18 klub peserta Liga Utama Jerman ingin aturan 50+1 dipertimbangkan lagi, terutama buat mereka yang punya target menantang Bayern.

"Klub perlu sumber keuangan yang baru," kata CEO Bayer Leverkusen, Michael Schade.