Runtuhnya Era Kerajaan Sriwijaya, Klub Kendaraan Politik yang Ingin Tampil Heroik Bak Juventus

By Adif Setiyoko - Kamis, 13 Desember 2018 | 10:14 WIB
Kapten Sriwijaya FC, Hamka Hamzah, merayakan kemenangan atas PSMS Medan dalam laga perebutan juara ketiga Piala Presiden 2018 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, (17/02/2018). ( HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLASPORT.COM )

Terbukti, Sriwijaya FC sukses menggenggam dua gelar juara liga (Divisi Utama Liga Indonesia 2007 dan ISL 2012) serta tiga trofi Piala Indonesia yang direngkuh tiga musim beruntun (2008, 2009 dan 2010).

Namun nahas, kejayaan mereka perlahan runtuh, serupa dengan apa yang dialami Kerajaan Sriwijaya.


Pemain Sriwijaya FC merayakan gol yang dibuat Beto dalam laga lanjutan Torabika Soccer Championship melawan Persib Bandung di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang, Kab Bandung, Sabtu (30/4/2016). ( HERKA YANIS PANGARIBOWO/BOLA/JUARA.NET )

Sejak kemunculannya, kemudian bergelimang kejayaan, lalu akhirnya Sriwijaya FC runtuh secara tak terduga.

Kejayaan memang tak pernah abadi. Seusai bertahan selama enam abad, Kerajaan Sriwijaya akhirnya runtuh pada abad ke-13.

Adapaun Laskar Wong Kito akhirnya harus terdegradasi ke kasta kedua seusai 14 tahun malang-melintang di kompetisi kasta tertinggi Tanah Air.

Runtuhnya Kerajaan Sriwijaya dan Sriwijaya FC pun tak terlepas dari intrik politik internal.

Seusai Raja Balaputradewa wafat pada tahun 835, Sriwijaya tak lagi menemukan sosok pemimpin yang adil dan bijaksana.

Hal ini pun memantik banyak pemberontakan di tubuh kerajaan karena ada sejumlah pihak yang saling berebut kekuasaan.

Sama halnya dengan klub Sriwijaya FC. Bukan rahasia bahwa klub yang bermarkas di Palembang ini menjadi kendaraan politik sejumlah penguasa.