Dari Lukaku, Bonucci, hingga Neymar, Bursa Transfer Sudah Gila!

By Dwi Widijatmiko - Senin, 24 Juli 2017 | 20:12 WIB
Leonardo Bonucci memakai seragam klub terbarunya, AC Milan (twitter.com/acmilan)

Sebagai suami yang sering mengantarkan istri berbelanja di tukang sayur keliling, saya terkadang sebal melihat ibu-ibu menawar harga sayuran yang menurut saya secara keterlaluan.

“Masa beli kangkung 4.000 rupiah masih ditawar?” begitu isi pikiran saya.

Tetapi, tentu saja hal itu pendapat saya pribadi. Saya sadar, sikap ibu-ibu itu tidak bisa dipersalahkan.

Sikap seperti itu malah terkadang berguna dalam sisi kehidupan yang lain. Salah satunya mungkin di bursa transfer pemain sepak bola.

Terus terang, saya lebih sebal melihat perkembangan bursa transfer saat ini daripada ibu-ibu penawar sayuran tadi.

Sebal bukan karena arus pergerakan pemain berlangsung meriah, kadang penuh kejutan. Sebal karena nilai pemain yang ditransfer kini berkembang tanpa kontrol.

Bursa transfer sudah gila! Klub begitu mudah membeli pemain dengan harga setinggi langit.

Sekarang dengan mudah kita menemukan transfer bernilai 50 juta euro ke atas.

Bayangkan, dari 10 besar transfer termahal dunia saat ini, 9 adalah transfer yang terjadi dalam 5 musim terakhir. Tiga terjadi dalam dua musim terakhir.

Dulu pemecahan rekor transfer adalah hal yang tidak biasa. Sekarang tidak lagi, diobral seperti kacang goreng.

Harga-harga spektakuler seperti itu menurut saya membuat sepak bola tidak seimbang lagi. Yang kaya semakin hebat, yang tidak kaya semakin tanpa harapan.

Pada akhirnya, sepak bola mungkin hanya dikuasai klub-klub tajir. Klub-klub yang berani mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan pemain top.

Tidak ada kesempatan bagi klub-klub di level lebih bawah untuk memperkuat timnya dengan pemain level atas.

Kalau sudah begitu, serahkan saja trofi sebelum kompetisi berlangsung kepada si kaya.

Perkembangan nilai transfer memang tidak bisa terelakkan. Istilah “ada uang ada barang” adalah natural.

Pemikiran bahwa pemain mahal bisa memberikan prestasi serta uang dalam bentuk penjualan citra diri alias merchandise juga sesuatu yang alamiah.

Tetapi, mungkin klub-klub kaya bisa bersikap seperti ibu-ibu pembeli sayuran tadi. Mati-matian menawar demi harga terbaik dan tidak sekadar memperlihatkan otot finansial mereka.

Dengan begitu, tren harga pemain mungkin bisa lebih terkontrol dan kompetisi boleh jadi berjalan lebih sehat, lebih seru, dan lebih susah ditebak hasilnya.

Sebut saja persaingan bisa terasa lebih jantan. Dengan kualitas sumber daya manusia terbagi seimbang, yang muncul kemudian adalah murni adu strategi dan perang upaya peningkatan kualitas diri untuk menjadi pemenang.

Bukan cuma tingginya harga pemain yang membuat bursa transfer terlihat gila. Kualitas pemain yang dihargai mahal menurut saya juga menjadi faktor lainnya.

Musim panas ini, Romelu Lukaku dihargai 84,7 juta euro ketika pindah dari Everton ke Manchester United.

Angka itu nyaris sama dengan Cristiano Ronaldo (94) waktu dibeli Real Madrid pada 2009-2010.

CR7 mungkin memang layak dihargai sedemikian tinggi seturut prestasi yang diberikannya. Apakah Lukaku setara dengan Ronaldo?

Sebagai orang yang sering dikecewakan Lukaku dalam Fantasy Premier League beberapa tahun terakhir, saya perlu pembuktian kelas akbar untuk bilang: “Ya, Lukaku layak dihargai seperti itu”.

Apalagi jika transfer Neymar Jr. dari Barcelona ke Paris SG dan Kyliann Mbappe dari AS Monaco ke Real Madrid menjadi kenyataan.

Angka Neymar disebut mencapai 222 juta euro dan Mbappe 190 juta euro.

Buat saya, tidak ada pemain yang layak dihargai sampai tiga triliun rupiah. Di Ligue 1 Prancis, total nilai skuat 18 dari 20 klub kontestan bahkan tidak setinggi itu.

Di La Liga Spanyol, uang 200 juta euro cukup untuk membentuk satu tim Sevilla (199), Villarreal (177,8), atau Athletic Bilbao (171,1).

Dalam bayangan saya, seorang pemain baru layak dihargai tiga triliun rupiah jika dia berkualitas super dan habis-habisan membela klubnya.

Anggap saja seperti Gabriel Batistuta, yang selepas bermain sepak bola tidak bisa lagi berjalan normal gara-gara ototnya selalu digenjot melampaui batas saat dia melakukan tembakan selama memperkuat Fiorentina atau Argentina.

Neymar? Saat ditekel keras lawan dia merengek meminta perlindungan wasit alih-alih mencoba menemukan cara bagaimana supaya lawan tidak bisa lagi menekelnya.

Okelah, pemain aset dan sumber hiburan memang harus dibentengi.

Tetapi, bagaimana dengan privilese yang didapatkan Neymar untuk pulang kampung ke Brasil merayakan ulang tahun adiknya di tengah masa latihan Barcelona?

Lagi-lagi, tidak ada yang salah. Neymar sudah mendapatkan izin pelatih maupun empat kapten Barcelona. Namun, buat saya, pemain tiga triliun rupiah tidak elok mangkir dari klub untuk berpesta.

Neymar pemain dengan kualitas teknik bagus, sangat bagus. Saya tidak membantah hal itu. Tetapi, tidak cukup bagus untuk dihargai 222 juta euro.

Dari 20 transfer termahal musim panas ini, hanya Leonardo Bonucci yang harganya (42 juta euro) di bawah nilai pasar (45).

AC Milan harus bersyukur Bonucci memang sudah tak tahan dengan pelatih Juventus, Massimiliano Allegri. Pemain yang lain dibeli tanpa aksi menawar harga yang ngotot.

Tetapi, justru Bonucci yang di atas kertas bakal memberikan kualitas sekaligus karakter petarung membela klub. Saya menunggu Bonucci ala Juventus di Milan nanti.

Bonucci tanpa kompromi kepada lawan dan kawan yang membuat kesalahan, galak pada wasit dan berdiri paling depan untuk mencekik sang pengadil jika merasa timnya dirugikan.

Ia berteriak paling kencang sambil meninju udara saat merayakan gol sendiri maupun rekan setim, serta selalu total dalam latihan ataupun permainan.

Ketika melihat pemain seperti Bonucci dihargai 10 juta euro lebih rendah daripada Kyle Walker, saya semakin sadar bahwa bursa transfer memang sudah gila.