Stefano Lilipaly, Johan Cruyff, dan Kacamata Family Man

By Anju Christian Silaban - Minggu, 13 Agustus 2017 | 17:30 WIB
Bintang baru Bali United, Stefano Lilipaly memperlihatkan punggungnya dengan jersey Bali United bernomor punggung 87 saat acara perkenalan dirinya di Bebek Bengil Restaurant, Kuta, Bali, Minggu (13/8/2017). (ANDREYAN DAULAKA/JUARA.net )

Belanda mungkin juga sudah memenangi Piala Dunia, trofi yang menjadi alpa buat mereka hingga kini.

Sama seperiti Lilipaly di Cambuur, Cruyff adalah protagonis utama tim beralias De Oranje pada 1970-an.

Berkat sumbangan dua golnya, Belanda hampir menjuarai Piala Dunia 1974.

Lantas, mengapa Cruyff tidak mencoba sekali lagi empat tahun berselang dan malah menyatakan mundur dari timnas menjelang turnamen?


Johan Cruyff (oranye) berduel dengan Sepp Maier saat Belanda melawan Jerman Barat pada partai final Piala Dunia 1974 di Muenchen, 7 Juli 1974(STAFF/AFP)

Tanpa Cruyff, Belanda kalah 1-2 dari tuan rumah Argentina pada final edisi 1978

Cruyff menjadi "kambing hitam" atas kekalahan Belanda.

"Jika dia bermain, mungkin ada sedikit perbedaan. Kami mungkin bisa mengalahkan Argentina bukan dengan skor 3-2, tetapi 7-2," tutur jurnalis asal Belanda, Marteen Wijffels.

Persoalannya ternyata tidak cuma menyangkut kebahagiaan keluarga seperti halnya Lilipaly, tetapi juga nyawa anak dan istri Cruyff.

Selang 30 tahun setelah turnamen tersebut, Cruyff buka-bukaan tentang alasan di balik keputusannya.