Real Madrid Menjadi Sebuah Anomali di Tangan Zinedine Zidane

By Imadudin Adam - Minggu, 27 Agustus 2017 | 17:04 WIB
Pelatih Real Madrid, Zinedine Zidane, berjalan dekat trofi Liga Champions setelah membawa timnya mengalahkan Juventus dalam laga final di National Stadium, Cardiff, Wales, pada 3 Juni 2017. (FILIPPO MONTEFORTE/AFP)

Zidane menganggap, tuntutan Juventus sangat berisiko mengancam stabilitas tim karena Juve menginginkan uang sebesar 120 juta euro dan Toni Kroos untuk dibarter dengan Pogba.

Mungkin musim ini Zidane juga enggan jor-joran melakukan belanja pemain karena takut stabilitas timnya akan terganggu.

Zidane tidak ingin membeli banyak pemain karena dirinya sudah cukup puas dengan skuad yang dimilikinya musim lalu.

Mempertahankan Liga Champions dan menghancurkan dominasi Barcelona di Liga Spanyol sudah dianggapnya lebih dari cukup, terlebih lagi skuadnya dianggap sudah solid dalam segi teknis.

Permainan Madrid juga tidak melulu bergantung dengan trio BBC-nya (Bale, Benzema, dan Cristiano Ronaldo).

Musim 2016-2017, Bale mengalami cedera panjang dan Zidane dituntut melakukan rotasi yang berkepanjangan pula.

Dalam skuadnya Zidane menganggap pemainnya sama rata dan tidak membeda-bedakannya.

Keputusan yang paling gila adalah dengan membangku cadangkan Cristiano Ronaldo berkali-kali musim lalu.

Meski Ronaldo sempat marah, Zidane tidak takut karena menurutnya kebugaran Ronaldo sangat dibutuhkan di laga-laga besar.

Itulah yang menjadi salah satu kunci kesuksesan Zidane musim ini yakni bisa mengelola kebugaran Ronaldo dengan baik.

Di mata Zidane sendiri membeli pemain baru dengan biaya yang sangat mahal bisa saja malah merusak stabilitas dan kesolidan tim yang dimilikinya.

Stigma orang-orang mengenai keborosan Real Madrid, tidak percaya pada pemain muda, dan tergantung pada pemain tertentu, saat ini mungkin saja berubah karena faktor pelatih berdarah Aljazair itu.