Kepak Sayap Kupu-kupu Ricardo Gareca untuk Argentina

By Beri Bagja - Jumat, 8 September 2017 | 08:33 WIB
Pelatih timnas Peru, Ricardo Gareca, berpose dalam sesi latihan di Montclair State University, New Jersey, 14 Juni 2016, menjelang duel Copa America lawan Kolombia. (EDUARDO MUNOZ ALVAREZ / AFP)

 Dengan lutut kotor oleh lumpur, pemain kurus pirang itu berseri, mengangkat tangan di balik jaring gawang. Beberapa pemain lain Argentina berhamburan mengejar Daniel Passarella ke depan tribune di belakang gawang.

Momen itu terjadi pada sore yang dingin, 30 Juni 1985.

Tepatnya pada duel Argentina versus Peru di Stadion El Monumental, Buenos Aires, dalam rangka Kualifikasi Piala Dunia 1986.

Si kurus yang dimaksud ialah Ricardo Gareca, striker pengganti dalam laga itu yang menceploskan bola hingga membuat skor sama kuat 2-2 di menit ke-81.

Gareca berjasa mendorong bola masuk ke jala Peru setelah bergulir di atas garis gawang sekitar area yang becek.

Bola itu awalnya dari sepakan mendatar Passarella yang diblok kiper Peru, Eusebio Acasuzo, terlepas, memantul tiang kanan gawang, lalu menyusur di tengah upaya sapuan bek-bek Peru sebelum ada dorongan Gareca.

Passarella yang menginisiasi peluang rupanya menganggap bola tendangannya telah lewat garis gawang, makanya dia yang dikerubuti rekan setim.

Padahal, perlu dorongan kaki Gareca agar si kulit bulat berbelok masuk. Gareca malah seperti sendirian merayakan gol.

Layar televisi stasiun lokal Argentina, America TV, juga mencantumkan nama Passarella sebagai pencetak gol.

"Passarella bilang kalau itu golnya, padahal milik saya," kata Gareca mengenang kejadian itu, dikutip dari Ole.

"Kami bahkan tak tahu siapa yang mencetak gol. Saya hanya memeluk semua orang. Baru menyadari kalau itu berkat Gareca," ujar kapten Tim Tango kala itu, Diego Maradona.

Gol 'mudah' Gareca membuat Argentina menyamakan skor. Mereka unggul duluan lewat gol Pedro Pasculli (12'), tapi disalip 1-2 karena Peru membalas melalui aksi Jose Velasquez (23') dan Geronimo Barbadillo (39').

Hasil 2-2 cukup mengantar Albiceleste lolos ke putaran final Piala Dunia 1986 dengan memuncaki klasemen kualifikasi Grup 1 Conmebol lewat raupan 9 poin.

Peru finis runner-up dengan 8 poin, masuk play-off, tapi disingkirkan Cile. Pasukan Inca pun absen di Piala Dunia sejak terakhir tampil di Spanyol 1982 hingga pergelaran teranyar pada 2014.

Seketika saya jadi ingat tautan aksi Gareca itu dengan konsep 'Butterfly Effect' atau 'Efek Kupu-kupu' yang awalnya dicetuskan almarhum Edward Lorenz.


Aksi perayaan gol Ricardo Gareca untuk timnas Argentina dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 1986 lawan Peru di Buenos Aires, 30 Juni 1985.(DOK. FOTOS FUTBOLPERUANO)

Teori pakar meteorologi Amerika Serikat itu mengibaratkan 'kepakan sayap kupu-kupu di Brasil bisa menyebabkan tornado di Texas.'

Didefinisikan bahwa sebuah kejadian kecil di dunia ini bisa saja menyebabkan peristiwa sangat besar di bagian dunia yang lain.

Secara kias, konsep ini mau bilang bahwa tidak ada satu pun kejadian yang tak disengaja atau kebetulan.

Semua, termasuk kita, merupakan bagian skenario berantai secara kosmos yang sudah diatur sedemikian rupa.

Gol mudah Gareca bisa diibaratkan kepakan sayap kupu-kupu yang memulai hubungan sebab-akibat.

Ya, kalau tak ada gol mudah dari proses tap-in dia, Argentina bakal kalah dari Peru.

Mereka tak akan lolos ke Piala Dunia 1986. Konsekuensinya, tak akan ada pula trofi Piala Dunia dan aksi legendaris Tangan Tuhan
Maradona di Meksiko 1986.

Analoginya, gelar Piala Dunia adalah tornado yang tercipta.

Maradona pun jadi dewa karena memimpin Albiceleste ke tangga kejayaan kedua turnamen akbar itu.

Passarella jadi legenda. Gareca?

Maaf saja karena sosoknya jauh dari lampu sorot, terutama di kalangan pencinta sepak bola Eropa.

Pria yang dijuluki El Tigre (Si Macan) saat masih aktif bermain itu juga tak masuk daftar pemain di Piala Dunia 1986.

Gareca cuma mencatat 5 gol dari total 20 caps. Padahal, kalau mau dirunut, salah satu golnya itulah yang jadi bidan prestasi hebat Argentina dan Maradona.

Seperti pola kepakan sayap yang repetitif ke titik tertentu, Gareca kembali tercebur dalam nasib pertemuan penentu antara Argentina dan Peru di kualifikasi zona Conmebol.

Momennya terbentang 32 tahun setelah gol yang diperdebatkan itu.

Perbedaan paling drastis ialah Gareca yang 32 tahun lalu menjadi musuh nomor satu publik Peru akibat gol penentunya kini justru mengemban asa sebagai juru selamat Los Incas menuju Piala Dunia 2018.

Ya, sejak 2015, Gareca menjabat pelatih timnas Peru dengan target membawa Los Incas lolos ke Piala Dunia pertama dalam 34 tahun.

Pada 5 Oktober nanti, pria 59 tahun yang berwajah campuran mirip Steven Tyler dan Daniel Craig itu harus ganti menyakiti negaranya sendiri, Argentina, dalam duel matchday ke-17 kualifikasi PD 2018.

Saat ini, Peru berada setingkat di atas Argentina dengan poin sama 24. Menang di kandang Lionel Messi cs, maka Peru sudah aman dengan tiket play-off dalam satu partai sisa.

"Kami akan menganggap pertandingan nanti sebagai final," ucap Gareca.

Bahaya besar buat Argentina jika gagal petik poin lagi kontra tim asuhan eks pemain mereka yang terlupakan itu.

Di partai penutup selanjutnya, Argentina akan berjibaku dengan atmosfer panas suporter di Atahualpa, markas Ekuador, serta oksigen tipis dan hawa dingin.

Stadion itu berlokasi 2.782 meter di atas permukaan laut atau lebih tinggi 400-an meter dari puncak Gunung Bromo.

Oh iya, patut juga dicatat bahwa Peru dan Argentina sudah sering bersua di partai penentu pada kualifikasi.

Selain menjelang PD 2018 dan 1986, kedua tim memainkan laga hidup mati setara final pada kualifikasi menuju Piala Dunia Meksiko 1970 dan Afrika Selatan 2010.

Dalam pertemuan yang disebut pertama, Argentina bermain imbang 2-2 dengan Peru, juga di Buenos Aires (31/8/1969).

Hasil itu meloloskan Peru, sedangkan Argentina masuk kotak.

(Baca Juga: Gawat! Argentina Harus Lakukan Ini supaya Lolos ke Piala Dunia 2018)

Sementara 8 tahun lalu, Tim Tango asuhan Maradona butuh gol penentu Martin Palermo di menit-menit terakhir buat menekuk Peru 2-1 dan menghidupkan asa lolos ke Afsel 2010.

Tiket pun sukses diraih Argentina meski susah payah finis di peringkat keempat klasemen kualifikasi. Peru sedang jelek-jeleknya saat itu dengan finis sebagai juru kunci.

Kini, siapa tahu kepakan sayap Gareca tiga dekade silam masih dianggap pemicu dua sejarah besar yang mungkin terjadi di depan mata: kegagalan Argentina lolos untuk pertama kali ke Piala Dunia dalam 47 tahun dan kesuksesan perdana Peru melaju ke ajang tersebut dalam 34 tahun.