Persija, Berburu Foto, dan Pesan Perdamaian

By Weshley Hutagalung - Sabtu, 30 September 2017 | 10:06 WIB
Seorang penonton Piala Dunia 2010 meniup terompet khas Afrika Selatan, vuvuzela, di depan foto Nelson Mandela di luar Stadion Moses Mabhida, Durban, pada 7 Juli 2010. (RAJESH JANTILAL/AFP)

Dalam berbagai kesempatan, baik itu di acara keluarga atau bertemu dengan kenalan bisnis, saya mendapati bahwa sepak bola Indonesia dikelompokkan pada kegiatan yang berbahaya. Astaga!

Maksudnya jelas, kerusuhan yang kerap diperlihatkan para pemain di lapangan dan ulah sebagian penonton telah mengirimkan pesan bahwa sepak bola Indonesia tidak bisa jauh dari kebencian. Kok tega ya?

Melalui kegiatan “Berburu Foto Bareng Persija”, saya mengajak para peserta untuk belajar dari ahlinya serta mau menampilkan sisi lain dari sepak bola nasional yang kerap terpinggirkan.

Apa itu? Pesan perdamaian!

Tak bosan-bosannya saya menyampaikan strategi mendiang Nelson Mandela dalam menyatukan bangsa Afrika Selatan dan “memulihkan luka” akibat politik apatheid.

(Baca Juga: Persiapan FC Bayern Sudah Tak Maksimal Sejak Awal Musim)

Tokoh besar dunia yang terkurung sekitar 27 tahun oleh rezim yang berkuasa di Afrika Selatan itu memakai olahraga untuk membangun bangsanya ketika ia mulai berkuasa pada Mei 1994.

Pada 1995, Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia rugby. Mereka menjadi juara.

Pada 2010, Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia sepak bola. Acara berjalan dengan damai dan mengantarkan Spanyol menjadi juara Piala Dunia mengalahkan Belanda 1-0.

Bahkan, Presiden FIFA ketika itu, Sepp Blatter, memberikan nilai 9 dalam skala 1-10 kepada Afrika Selatan sebagai penyelenggara. Salut!