Mengenang Kepergian Choirul Huda dan Menyelami Prinsip Makna Kesetiaan

By Ramaditya Domas Hariputro - Rabu, 18 Oktober 2017 | 11:42 WIB
Kiper Persela, Choirul Huda, beraksi pada laga Liga 1 kontra Arema FC di Stadion Surajaya, Lamongan, pada 21 Mei 2017. (SUCI RAHAYU/BOLASPORT.COM)

Lebih dari itu, di Lamongan, makna cinta yang hakiki ia tuai bersama segenap kenangan indah di dalamnya. Di Lamongan, Huda menemukan kebahagiaan yang nyata.

"Karena saya suka, nyaman di Lamongan. Lamongan merupakan kota yang biarpun kecil tapi kebanggaan. Lamongan ada keluarga saya. Di sini bagus, suporter bagus, kekeluargaan bagus, manajemen bagus, saya ingin memberikan yang terbaik untuk Lamongan,” ucap Huda memaparkan arti cintanya terhadap Persela dan Lamongan.

Terlepas dari itu semua, bagi saya, Huda adalah Huda. Dia merupakan manifestasi nyata dari sebuah kesetiaan dan loyalitas. Dedikasinya tak lenyap ditelan apapun, kecuali ajal.

Namanya tak semegah Fransesco Totti atau Andres Iniesta yang masyhur di kalangan pengagum sepak bola Indonesia dan dunia. Namun, ia sukses menyerupai keduanya.

Gelagat yang sederhana, Huda pun dapat dikenal dengan cukup sederhana. Meski tak semua orang tau, cara mengenal Huda hanya cukup mengetahui Persela.

Penjaga gawang yang hanya membela satu klub semasa hidupnya kini telah tiada. Tuhan berkehendak lain; Choirul Huda sudah saatnya untuk mendapat hidup lebih layak.

Menikmati masa yang lebih indah daripada yang ia dapat ketika di bumi, di mana lapangan hijau menjadi arena luas untuk menghabiskan masa muda hingga akhir hayatnya.

Kini, nama Choirul Huda tak lagi menghiasi dunia sepak bola Indonesia. Saya dan Anda sudah tak bisa menyaksikan kiprah sang Legenda Surajaya di atas rumput lapangan.

Cak Huda, biasa orang memanggilnya, sudah tidak lagi menikmati suka duka dan baik buruknya sepak bola Indonesia. Mistar gawang Stadion Surajaya tentu merindu pada sosoknya.

Akibat benturan keras dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues, di sela-sela perhelatan kompetisi Liga 1, Huda harus meninggalkan kita dan Persela lebih dulu.

Nyawanya tak tertolong ketika sempat dirawat oleh tim medis. Huda meninggalkan semua kenangannya bersama Persela dan Lamongan di usia yang terlalu dini, 38 tahun.

Namun, besar harapan saya, kami, dan kita, Cak Huda tetap menikmati permainan sepak bola di alam sana. Mendapat kebahagiaan yang lebih dari hanya menjaga mistar.

Meski telah menanggalkan sarung tangan dan jersey Persela lebih awal, nama Cak Huda selalu menjadi simbol kesetiaan dalam riwayat sepak bola Indonesia.

Terima kasih atas dedikasimu selama ini untuk Persela dan Lamongan. Terima kasih atas prinsip makna kesetiaan yang hakiki. Untukmu, cinta kami tak pernah usang.

Selamat jalan, one man one club, Choirul Huda!

Selamat beristirahat penghuni abadi nomor punggung 1 Persela Lamongan!

Al-fatihah ...