Emmanuel Eboue dan Pengingat yang Terlupakan Soal Depresi

By Lariza Oky Adisty - Rabu, 27 Desember 2017 | 13:33 WIB
Emmanuel Eboue saat berlaga bersama Galasaray. (BULENT KILIC/AFP)

Di tingkat terburuk, depresi bisa berujung ke kasus bunuh diri.

Dari 800 ribu kasus bunuh diri per tahun, bunuh diri adalah faktor penyebab kedua tertinggi, terutama di kelompok umur 15-29 tahun.

Stigma dan tekanan

Pada akhirnya, topik kesehatan mental dan depresi belum jadi isu prioritas di dunia sepak bola. Bukan apa-apa. Cara kerja industri sepak bola modern yang serba gerak cepat.

Semua klub selalu bisa mendapatkan pemain baru setiap ada pilar yang tampil tak maksimal.

Setiap pertandingan, setiap menitnya seperti jadi momen untuk mempertahankan diri di klub dan mempertahankan pekerjaan.  

Padahal, depresi tak ubahnya seperti cedera ligamen, Achilles tendon, metatarsal, atau cedera-cedera lain yang kerap melanda pesepak bola; perlu penanganan medis kalau si pemain ingin bisa berfungsi seperti sedia kala.

Selain itu, sulit dibantah kalau ada stigma yang mengiringi topik ini: stigma bahwa kesehatan mental adalah hal yang tabu dan memalukan.

Belum keyakinan bahwa sepak bola adalah olahraga yang mengedepankan maskulinitas dan kekuatan.

Air mata dan emosi sepertinya hanya lumrah di momen-momen istimewa, seperti saat menang atau kalah di kompetisi penting.