Mengais Jejak Ronaldo di Manado

By Ram Makagiansar - Jumat, 30 Maret 2018 | 20:50 WIB
Ronaldo Luiz Nazario, pahlawan Brasil di Piala Dunia 1994 dan 2002 (Grafis: Andreas Joevi)

Manado sudah ketinggalan dibanding daerah ain. Namun, setidaknya ada misi positif yang diemban para pelaku sepak bola di sana.

Ya, kompetisi senior boleh tidak ada. Namun, berjubelnya kompetisi usia dini di Sadion Klabat Manado dan Kotamobagu, paling tidak memberikan pesan bahwa sepak bola di Manado tidak mati.

Pembinaan usia muda wajib dan harus diopimalkan. Maka, berbagai turnamen usia dini dan muda banyak digelar di sana.  

Ada Piala Gubernur Sulut, Piala Walikota Manado dan Kotamobagu, Piala KONI Manado. Belum lagi jaringan kompetisi muda dari daerah hingga pusat seperti Piala Menpora U-14 dan U-16, juga Piala Danone.

Namun, benarkah kompetisi senior harus dinomorduakan? Adalah tugas Asprov PSSI setempat yang mesti total bekerja.

Jika tidak, kepengurusan yang baru sebulan tak ubahnya kepengurusan lama. Artinya, setelah terpilih, program pun tak ada. 

(Baca Juga: Indra Sjafri Nilai Kualitas Egy Maulana Vikri Menurun)

Kalau pun Persma 1960 mulai aktif, hal itu karena kepedulian beberapa orang penggila sepak bola di Manado.

Mereka berharap bisa mengembalikan nama besar Persma. Meski untuk benar-benar eksis masih ditunggu hasilnya. 

Karena itu, bagaimana cara dan apapun bentuk model kompetisi senior mulak harus dijalankan. 

Jika sudah jalan, pembinaan berjenjang hingga ke senior akan memetik hasil.

Jangan sampai "roh" Il Phenomenon Ronaldo cepat hilang dan tak membekas sama sekali di Manado.  

 

Apa persiapan Perbasi menyambut Piala Dunia Basket tahun 2023 di Jakarta? Salah satunya mendatangkan sepuluh pebasket Under 15 (U15) Afrika. Danny Kosasih, Ketua Umum Perbasi, menganggap para pebasket Afrika memiliki potensi yang luar biasa untuk membantu timnas Indonesia bersaing di Piala Dunia. Rencananya, sepuluh pebasket Afrika itu akan dijadikan warga negara Indonesia. Tentunya, lewat sistempembayaran yang telah disepakati dengan agen pemain. Kerjasama ini tak lepas dari jasa menantu Raja Dangdut Rhoma Irama, Mehmet Cetin sebagai penyambung lidah antara Perbasi dan agen. Danny mengaku penjualan pemain Afrika ke kancah internasional merupakan hal lumrah yang sudah dilakukan negara-negara lain, terutama Asia. Setidaknya menurut Perbasi, mendatangkan pemuda asing usia di bawah 15 tahun jauh lebih mudah daripada menaturalisasi pemain.  ditambah adanya aturan orang asing di bawah 15 tahun dapat memilih kewarganegaraan tanpa perlu melalui proses birokrasi yang berbelit. Apa pendapat Bolamania?  Sudah seputus asa itukah Perbasi akan kemampuan pebasket di negaranya sendiri? Akankah Pemerintah mau bekerjasama dan mendanai mega proyek Perbasi yang konon menelan biaya hingga ratusan milyar rupiah ini? Sila nikmati penelusuran BOLA di edisi Jumat yang sudah terbit hari ini. #CintaiprodukIndonesia Backsound: @iwaktherockfish

A post shared by TABLOID BOLA (@tabloid_bola) on