Pep Guardiola dan Siksaan Mental serta Fisik di Manchester City

By Firzie A. Idris - Selasa, 17 April 2018 | 22:45 WIB
Ekspresi Manajer Manchester City, Josep Guardiola, dalam laga final Piala Liga Inggris kontra Arsenal di Stadion Wembley, London, pada 25 Februari 2018. ( ADRIAN DENNIS/AFP )

Guardiola adalah pelatih yang menyukai detail. Bisa dikatakan bahwa ia gila detail.

Bagi dia, lapangan terbagi menjadi 20 zona dengan idealnya 1 zona 1 orang, tak lebih dari 4 zona diokupasi secara horizontal dan tak lebih dari 3 diokupasi secara vertikal.

Hal ini untuk memberi garansi agar setiap pemain yang menguasai bola punya opsi mengoper si kulit bundar.

Demi mewujudkan tuntutan tersebut, ia mengharuskan anak buahnya berpikir secara kolektif dan meninggalkan segala unsur primadona dalam skuat.

Pemain bintang seperti Gabriel Jesus dan Kevin De Bruyne tidak sungkan melakukan pekerjaan kotor dalam bertahan dan mengembalikan penguasaan bola.

(Baca Juga: Paul Pogba akan Dijual, Begini Kronologi Perpecahan dengan Jose Mourinho)

Alhasil, dia begitu memerhatikan setiap hal yang membangun kerjasama tim. Makan pagi dan makan siang para pemain wajib di markas.

Berbagai larangan meruak, tidak boleh menggunakan media sosial di kompleks latihan klub, bercinta di atas tengah malam, diet ketat, dan sebagainya.

Seperti Dementor di serial film Harry Potter, metode dia intens, menyerap tenaga, dan mungkin mengurangi kebahagiaan para pemain serta ia sendiri.

Arjen Robben, pemainnya di FC Bayern mengungkapkan bahwa, “Pep kerasukan roh sepak bola, 24 jam per hari. Kami memang berkembang dan sangat dominan tetapi kami lebih punya kebebasan di bawah Carlo Ancelotti.”