Pep Guardiola dan Siksaan Mental serta Fisik di Manchester City

By Firzie A. Idris - Selasa, 17 April 2018 | 22:45 WIB
Ekspresi Manajer Manchester City, Josep Guardiola, dalam laga final Piala Liga Inggris kontra Arsenal di Stadion Wembley, London, pada 25 Februari 2018. ( ADRIAN DENNIS/AFP )

Sementara, bek Juventus Medhi Benatia yang ia latih juga di FC Bayern, mengutarakan salah satu kelemahan lain Pep: "Guardiola menjaga jarak, sementara Massimiliano Allegri sekarang sangat dekat dengan pemainnya.

Ketika meninggalkan jabatan pelatih Barcelona ia berujar bahwa ia tak kuat lagi dengan tekanan, “Saya telah memberikan segalanya, saya tak punya tenaga tersisa”.

Jangan lupakan bahwa dia adalah pelatih high maintenance. Di FC Bayern, dia sering tidak menghadiri rapat manajemen, lebih senang menyuruh asistennya.

Ahli sepak bola Jerman, Raphael Honigstein, mengutarakan tentang kelemahan Pep ini.

“Dia pelatih yang sulit dijangkau banyak orang. Mungkin ini alasan Bayern tak bisa hangat kepadanya kendati semua sukses yang ia datangkan,” tutur Honigstein seperti dikutip BolaSport.com dari BBC Sports beberapa tahun lalu.

Pep memang senang dengan short burst dalam pekerjaannya. Ia mengamalkan three year cycle dalam kepelatihan, bahwa siklus pelatih terbagi tiga: Adaptation, Success, Refinement (mempertahankan sukses).

Pep beranggapan bahwa mengharapkan sukses setelah tiga tahun adalah kesalahan.

Ia bahkan mengakui bahwa tahun keempatnya di Barcelona adalah kesalahan.

Tak mengherankan apabila Pep langsung mengungsi ke New York selama setahun untuk hiatus dari dunia kepelatihan.

Namun, apa yang Manchester City amalkan sekarang amat beda.