Marhaban Ya Bal-balan, Harapan Besar Piala Dunia 2018 sebagai Alat Pemersatu Bangsa Indonesia

By Putra Rusdi Kurniawan - Rabu, 13 Juni 2018 | 00:51 WIB
Pesta timnas Jerman menjadi juara Piala Dunia 2014 setelah mengalahkan Argentina 1-0 di partai final di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Brasil, 13 Juli 2014. (FABRICE COFFRINI/AFP)

Dengan adanya momentum Piala Dunia 2018, nonton bareng bisa menjadi simbol bahwa rakyat Indonesia bisa bersatu dan berkumpul tanpa memandang latar belakang, suku, ras, maupun agama dengan perasaan bahagia tanpa disertai rasa takut.

(Baca Juga: Piala Dunia 2018 - Jadwal Argentina di Fase Grup, Ada Satu Penghalang Serius)

Duapuluh tahun lalu, bangsa kita sudah membuktikan bahwa Piala Dunia bisa menjadi obat yang mujarab untuk mengembalikan persatuan pascadidera konflik reformasi.

Piala Dunia 1998 menjadi sebuah oase bagi rakyat Indonesia yang saat itu sedang dilanda kekacauan akibat lengsernya Presiden Soeharto.

Dikutip BolaSport.com dari artikel "Soeharto, Persib dan Piala Dunia 2018" yang diterbitkan oleh Repulika, aktivis Mahasiswa 1998, Arya Wicaksana mengungkapkan bagaimana Piala Dunia 1998 bisa menjadi juru selamat Indonesia untuk menghentikan konflik saat itu.

"Harus diakui, saat itu Piala Dunia 1998 sangat signifikan dalam meredakan eskalasi kerusuhan di masyarakat. Fokus menjadi teralih ke sepak bola," ujar Arya Wicaksana dikutip BolaSport.com dari Republika.

"Memang, lepas 10 Juni 1998, nyaris tak ada lagi kerusuhan besar yang pecah di ibu kota. Api konflik mendadak padam. Fokus sebagian rakyat Indonesia selama sebulan penuh teralihkan ke layar kaca."

Pada saat itu, orang-orang lebih memilih membicarakan kejutan Kroasia atau cedera misterius Ronaldo Nazario menjelang laga final Piala Dunia 1998 daripada membahas konflik yang baru saja dialami bangsa ini.

Hal yang sama tentu berharap juga terjadi pada Piala Dunia 2018.

(Baca Juga: Piala Dunia 2018 - Jadwal Timnas Inggris di Fase Grup, Berat di Akhir)

Aksi Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, dan Mohamed Salah di Rusia lebih asyik untuk dinikmati dan dibahas di media sosial daripada aksi teror, ujaran kebencian maupun caci-maki mengenai agama dan ras yang selama ini berusaha memecah belah kita.

Satu hal yang mungkin patut kita benci dan caci-maki selama Piala Dunia 2018 berlangsung adalah ketika ada politisi yang sok merasa paling mencintai sepak bola dan menggunakan Piala Dunia 2018 sebagai alat pengumbar janji kampanye mereka.

Akhir kata, mari kita nikmati Piala Dunia 2018 dengan penuh kebahagian dan suka cita, marhaban ya bal-balan, mari kita nonton bareng!