Sepak Bola Indonesia Belum Pantas untuk Loyalis seperti Haringga Sirla

By Muhammad Robbani - Selasa, 25 September 2018 | 12:01 WIB
Sepak bola Indonesia kembali berduka atas meninggalnya Haringga Sirla yang ingin menyaksikan laga Persib vs Persija di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), Kota Bandung, Minggu (23/9/2018). (NDARU GUNTUR/BOLASPORT.COM)

Kita pun bisa melihat hal-hal semacam ini pada pertunjukan sepak bola kelas wahid di Eropa atau Amerika Selatan.

Perbedaan antara persaingan dan perseteruan sepak bola Indonesia dengan di luar adalah: sebenci-bencinya suatu kelompok suporter terhadap rival, menghabisi lawan bukan pilihan yang populer.

Kematian karena sepak bola di Indonesia saat ini sudah harus dihentikan.

Data dari Save Our Soccer (SOS) menunjukkan bahwa sudah ada 7 korban melayang akibat perseteruan The Jak Mania, suporter Persija, dan bobotoh, yang merupakan suporter Persib Bandung.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

#ripharingga Sudah. Cukup. Tak boleh lagi ada korban jiwa dari laga sepak bola.

A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on

Dalam cakupan nasional, SOS mencatat bahwa ini merupakan kasus kematian suporter yang ke-70.

Pertanyaannya, mau sampai kapan dan bagaimana menyelesaikan kesemrawutan ini?

Lagi-lagi kita harus merujuk ke sepak bola Eropa, kali ini soal ketegasan pihak terkait dalam menangani permasalahan seperti ini.

Seperti saat tewasnya 39 suporter karena serangan suporter Liverpool terhadap pendukung Juventus sesaat sebelum laga final Piala Champions (sekarang Liga Champions Eropa) 1985.

Buntut dari sana, klub-klub asal Inggris dihukum tak bisa ikut serta pada kompetisi antarklub Eropa selama lima tahun.

Sementara Liverpool harus absen lebih lama, yakni enam tahun menghilang dari kompetisi antarklub Eropa.