Episentrum dan Identitas El Clasico, Barcelona Vs Real Madrid

By Willy Kumurur - Minggu, 28 Oktober 2018 | 08:28 WIB
Suasana Stadion Camp Nou pada laga El Clasico, Barcelona vs Real Madrid, Mei 2018. (PAU BARRENA/AFP)

Franco mengedepankan tradisi banteng dan flamenco sebagai tradisi nasional. Sementara itu, tradisi yang dianggap tidak mencerminkan Spanyol diberangus atau dibreidel.

Sang jenderal mengontrol segala macam budaya dan kesenian dengan bentuk penyensoran, yang amat keterlaluan.

Penyeragaman budaya adalah konsekuensi kedua dari kebijakan sentralistik di bawah diktator Franco.

(Baca juga: 5 Top Scorer Laga El Clasico - Lionel Messi Teratas, Pemain Real Madrid Mendominasi)

Walaupun Franco seorang Galician, namun ia tak takut mencabut undang-undang serta pengakuan terhadap bahasa Basque, Galicia, serta Catalan sebagai bahasa nasional yang di masa lampau disahkan oleh pihak Republik.

Penggunaan bahasa Spanyol adalah keniscayaan.

Semua dokumen pemerintahan, hukum, sampai kontrak-kontrak dagang mesti disusun dalam bahasa Spanyol.

Penyelenggaraan pendidikan, periklanan, maupun upacara keagamaan juga wajib memakai bahasa Spanyol. Franco amat memihak Real Madrid yang di matanya adalah representasi hegemoni Spanyol.

Barcelona dianggap sebagai pembangkangan terhadap sistem yang dibangun oleh Franco.


cover motociclismo memuat Jenderal Franco mengucapkan selamat kepada Nieto(motociclismo)