Episentrum dan Identitas El Clasico, Barcelona Vs Real Madrid

By Willy Kumurur - Minggu, 28 Oktober 2018 | 08:28 WIB
Suasana Stadion Camp Nou pada laga El Clasico, Barcelona vs Real Madrid, Mei 2018. (PAU BARRENA/AFP)

 

Selama Perang Saudara Spanyol, Barcelona adalah anti-Franco, anti-fasisme dan kubu revolusi.

El Barca atau Los Blaugrana adalah episentrum dan perwujudan identitas Catalan. Slogan terkenal Barca adalah Més que un club (lebih dari sekedar klub).

Tim ini mencerminkan budaya, sejarah, politik, dan bahasa daerah.

Baca juga:

 

Manuel Vazquez Montalban, penulis, wartawan, dan kritikus asal Spanyol, yang dikenal sebagai salah satu pendukung fanatik dari FC Barcelona, menggambarkan FC Barcelona sebagai “pasukan Catalonia yang tak bersenjata.”

Dengan latar belakang sejarah seperti itu, maka dapat dipahami mengapa pertempuran bertajuk El Clasico senantiasa berlangsung.

Kolomnis The Globe and Mail, Eoin O'Callaghan, melukiskan betapa El Clasico adalah kumpulan sejarah dan kebudayaan yang rumit yang tertanam kuat di dalam struktur suatu bangsa. Ini lebih dari sekadar permainan.

Minggu malam nanti, Camp Nou adalah kancah tempat perang bintang berlangsung.

Di sana tak akan ada dua megabintang Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi. Ronaldo telah hengkang ke Juventus sedangan Messi mengalami patah tulang lengan kanan di laga kontra Sevilla.

Untuk pertama kali dalam 11 tahun terakhir El Clasico sama sekali tanpa CR7 dan Messi. Padahal, mantan penyerang Barca, Luis Garcia, mengatakan bahwa yang membuat El Clasico menjadi istimewa adalah karena kehadiran dua pemain terbaik dunia itu.

(Baca juga: Legenda Barcelona Nilai Real Madrid Lebih Buruk Usai Ditinggal Cristiano Ronaldo)

Namun, striker Atletico Madrid, Antoine Griezmann, menganggap bahwa tanpa dua bintang tersebut El Clasico tetap menarik untuk ditonton.


El Clasico, lebih dari sekadar sebuah laga. Laga di Camp Nou adalah laga para pemain Barca dan Madrid yang berharga sekitar Rp 42,4 triliun.

Pertempuran El Clasico, adalah pertempuran sengit sampai detik terakhir, karena di sana dipertaruhkan identitas dan episentrum kekuatan dan kekuasaan. Setiap detik.

Ujar Frans Kafka, novelis Jerman, “Setiap detik hidup adalah final.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Statistik ini diambil sejak keduanya melakukan debut di klub masing-masing. Bagaimana menurut BolaSporter laga el clasico nanti? #elclasico

A post shared by BolaSport.com (@bolasportcom) on