Ketika La Liga menjadi Jembatan Kesenjangan Klub Liga Spanyol (Bagian I)

By Theresia Simanjuntak - Minggu, 11 November 2018 | 21:06 WIB
Suasana setelah pertandingan El Clasico di Liga Spanyol antara Barcelona melawan Real Madrid di Stadion Camp Nou, Minggu (28/10/2018). (THERESIA SIMANJUNTAK/TABLOID BOLA)

Dari tiga klub ini saja, sudah tampak jelas jurang kesenjangan. Barcelona merupakan klub tersukses Catalonia dan salah satu yang terbesar di Spanyol. Espanyol merupakan rival sekota Blaugrana yang konsisten sulit menembus papan atas La Liga.

Sementara itu, Girona baru dua musim terakhir merasakan atmosfer persaingan La Liga sejak promosi dari segunda division pada 2017-2018.
Perbedaan status itu tidak menghalangi klub-klub itu mencanangkan ambisi besar untuk kemajuan masing-masing.

Barcelona, yang telah kuat secara finansial, basis fan, pemasaran, dan sebagainya saat ini tengah fokus pada proyek Espai Barca. Mereka memperluas infrastruktur, khususnya di wilayah Stadion Camp Nou.

Baca Juga:

Stadion itu akan mendapat perombakan besar demi tampak lebih modern dan berkapasitas tempat duduk mencapai lebih dari 100 ribu. Tak cuma itu, kantor pusat Barcelona juga akan berada di satu wilayah.

Di sisi lain, Espanyol sadar betul bahwa merek mereka belum seseksi Barca. Mereka memiliki strategi lain dalam hal memasarkan diri.

Taktik pemasaran itu dalam bentuk sekolah akademi. Espanyol bangga dengan fakta mayoritas skuat di tim utama saat ini merupakan lulusan akademi sendiri.

Hal itu menjadi modal Espanyol untuk membuka sekolah sepak bola di berbagai negara di dunia, plus bekerja sama dengan La Liga dan asosiasi sepak bola di beberapa negara untuk mengirim pemain muda di satu negara berlatih di Espanyol.


Tiket pertandingan La Liga antara Girona versus Rayo Vallecano di Estadi Montilivi pada Sabtu (27/10/2018).(THERESIA SIMANJUNTAK/BOLASPORT.COM)

Indonesia sempat merasakan imbas strategi pemasaran Espanyol ketika pada Februari 2016, Evan Dimas berkesempatan merasakan pembinaan di akademi Espanyol.