Dua Tahun, Dua Kali Terdegradasi, Sunderland Tenggelam ke League One

By Dian Savitri - Senin, 23 April 2018 | 15:46 WIB
Ekspresi pelatih Chris Coleman ketika masih menangani timnas Wales dalam sesi latihan tim di Stadion Stade de France, Paris, Prancis, jelang laga persabahatan dengan Prancis pada 9 November 2017. (FRANCK FIFE / AFP)

 Sabtu, 21 April 2018, menjadi hari yang tak dinantikan oleh Sunderland dan semua suporternya.

Pada hari itu, The Wearsiders harus terdegradasi ke League One dari Divisi Championship.

Kepastian terdegradasi itu membutuhkan proses yang lama dan menyakitkan sepanjang musim 2017-2018.

Akhirnya, di kandang sendiri, Sunderland kalah 1-2 dari klub yang juga berada di zona degradasi, Burton Albion.

Sejak awal musim, langkah Sunderland telah tertatih-tatih. Sempat berada di peringkat ke-6, namun hal itu hanya fatamorgana.

(Baca Juga: Si Anak Hilang Memilih Kembali ke Manchester United daripada ke Liga Spanyol)

Mulai pekan ke-10, Sunderland sudah menempati posisi ke-22, yang berarti berada di zona maut.

Sejak saat itu, Sunderland hanya mondar-mandir di zona degradasi, tidak pernah berhasil keluar.

Manajer pun telah berganti. Simon Grayson, yang menangani Sunderland sejak 29 Juni 2017, dipecat pada 1 November 2017.

Sunderland butuh lebih dari dua pekan untuk mencari pengganti Grayson.

Setelah ditangani oleh dua manajer sementara, Robbie Stockdale dan Billy McKinlay, akhirnya Sunderland memercayakan nasib pada eks pelatih timnas Wales, Chris Coleman, sejak 19 November 2017.

Dalam 27 laga bersama Coleman, tidak banyak kemajuan yang dicapai.

John O’Shea dan kawan-kawan hanya menang 5 kali, sisanya dilalui dengan 14 kali kalah dan 8 kali seri.

Jadi, dalam dua musim terakhir, Sunderland mengalami dua kali degradasi. Musim lalu dari Premier League ke Divisi Championship dan musim ini dari Divisi Championship ke League One.

Sunderland pun harus berlaga di level ketiga Liga Inggris untuk pertama kalinya dalam 30 tahun.

Setelah pernah menghadapi tim-tim mewah di Premier League macam Manchester City, Manchester United, Arsenal, dan Liverpool, maka pada musim 2018-2019, Sunderland akan menghadapi tim seperti Accrington Stanley, Bristol Rovers, dan Southend United.

Lalu, bagaimana dengan nasib Chris Coleman? Tidak bisa dipungkiri, Sunderland sangat ‘gemar’ melepas pelatihnya.

Dalam lima musim, ada tujuh pelatih yang dipakai.

Menurut BBC, banyak yang bersimpati pada manajer berusia 47 tahun yang membawa Wales ke semifinal Euro 2016 itu.

Coleman hanya memiliki satu jendela transfer, yaitu pada Januari lalu, untuk membentuk ulang Sunderland dan hal itu tidak cukup.

“Pemain mana pun yang saya butuhkan tidak tersedia. Dalam 46 pertandingan, kami tidak cukup bagus. Sebenarnya kami punya banyak laga untuk memperbaiki semuanya,” kata Chris Coleman, yang tak sepenuhnya yakin bahwa ia sosok yang tepat untuk melanjutkan tugas di Sunderland.

Kondisi Sunderland di luar lapangan hijau juga tak menunjang.

(Baca juga: Mantan Anak Asuh Arsene Wenger yang Menjadi Pelatih, Salah Satunya Berdarah Indonesia)

Utang tetap banyak, bahkan setelah Sunderland menjual banyak pemain dan mengurangi gaji.

Sejak April 2017 utang Sunderland mencapai 137,3 juta poundsterling atau 2,7 triliun rupiah.

Kalaupun gaji pemain dipotong, maka hanya mengurangi 35 juta poundsterling dari total utang.

Salah satu pemain Sunderland, Jack Rodwell, punya gaji 40 ribu poundsterling per pekan.

Gaji itu jelas terlalu tinggi, karena gaji pemain di League One adalah antara 1.700 hingga 2.500 poundsterling per pekan.