Kisah Pilu di Balik Kesuksesan Luka Modric, dari Korban Pemberontakan hingga Rumah Dibakar

By Muhammad Shofii - Selasa, 17 Juli 2018 | 17:52 WIB
Gelandang timnas Kroasia, Luka Modric, melakukan selebrasi setelah mencetak gol dari titik penalti ke gawang Nigeria pada laga penyisihan Grup D Piala Dunia 2018 di Kaliningrad Stadium, Sabtu (16/6/2018) waktu setempat atau Minggu dini hari WIB. ( PATRICK HERTZOG / AFP )

Luka Modric mengaku bangga dinobatkan sebagai pemain terbaik di Piala Dunia 2018 meski timnya, Kroasia, gagal menjadi juara.

Kroasia harus puas menjadi runner-up seusai mengalami kekalahan 2-4 melawan Prancis pada laga final yang berlangsung di Stadion Luzhniki, Minggu (15/7/2018).

Berkat penampilan impresifnya selama perhelatan yang berlangsung di Rusia tersebut, Modric pun dinobatkan sebagai pemain terbaik.

Di balik prestasi gemilang itu, Modric rupanya menyompan sederet kisah pilu dalam perjalanan hidupnya.

Lahir di Zadar, Kroasia, pada 9 September 1985, masa kecil Modric penuh dengan konflik karena bertepatan dengan Perang Kemerdekaan Kroasia pada tahun 1991.

Ketika perang semakin intensif, keluarganya terpaksa melarikan diri dari konflik dan ayahnya mendaftarkan diri menjadi tentara nasional.

(Baca juga: Kepala Negara Peserta Final Piala Dunia Tak Mendapat Perlakuan Khusus, Hanya Presiden Tuan Rumah yang Dipayungi, Adilkah Ini?)

Pada bulan Desember 1991, ketika Modric berumur enam tahun, dia dan keluarganya terguncang oleh tragedi ketika kakeknya, bersama dengan enam warga sipil lansia lainnya dieksekusi oleh pemberontak Serbia yang merupakan bagian dari polisi SAO Krajina di desa Jesenice.

Rumah mereka dibakar habis.