Gas Air Mata, Pangkal dari Tragedi Kelam di Kanjuruhan dan Estadio Nacional

By Bonifasius Anggit Putra Pratama - Minggu, 2 Oktober 2022 | 13:01 WIB
Kerusuhan yang kabarnya menimbulkan banyak korban jiwa terjadi usai laga Arema FC vs Persebaya di Liga 1, Sabtu (1/10/202) di Stadion Kanjuruhan, Malang. (TOMMY NICOLAS/BOLASPORT.COM)

BOLASPORT.COM - Gas air mata diyakini sebagai pangkal dari terjadinya tragedi kelam di Kanjuruhan, Malang dan Estadio Nacional, Lima, Peru.

Sepak bola Indonesia tengah berduka menyusul tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam WIB.

Pertandingan antara Arema FC dan Persebaya di Stadion Kanjuruhan berujung ricuh menyusul masuknya suporter tuan rumah ke lapangan.

Bukan dari bentrok antar supoerter melainkan kericuhan tersebut berasal dari kekecewaan suporter tuan rumah saat Arema FC takluk 2-3 dari Persebaya.

Dalam laga bertajuk derbi Jawa Timur tersebut, Persebaya akhirnya bisa meraih kemenangan perdana di markas besar Arema FC setelah 23 tahun lamanya.

Kerusuhan akhirnya tak terhindarkan setelah pendukung Arema FC turun ke lapangan pasca-pertandingan.

Kepanikan hebat melanda seisi Stadion Kanjuruhan dan berakibat pada bentrokan antara aparat kepolisian dengan suporter yang masuk ke lapangan.

Baca Juga: Arema FC dan Polisi Sudah Minta Laga kontra Persebaya Digelar Sore, Nyatanya Tetap Malam

Hal itu berujung pada pemakaian gas air mata yang dilakukan petugas keamanan guna menghalau dan membubarkan massa.

Seperti yang dilaporkan oleh BolaSport.com sebelumnya, tragisnya, gas air mata turut diberikan ke arah tribune penonton yang notabene sedang panik.

Akibatnya banyak korban berjatuhan yang berpangkal dari peluncuran gas air mata tersebut.

Korban yang terkena gas air mata disebutkan mengalami sesak napas dan kesulitan untuk melihat.

Hingga Minggu (2/10/2022) dini hari WIB korban meninggal dunia mencapai 127 orang (dan bertambah menjadi 187 jiwa sampai berita ini terbit) plus 200 orang mengalami luka-luka.

Tragedi kemanusiaan yang kelam di Stadion Kanjuruhan, Malang, seolah membuka kembali sejarah kelam peristiwa besar di dunia sepak bola.

Jauh sebelum peristiwa di Kanjuruhan terjadi, momen meninggalnya ratusan korban jiwa dalam stadion sepak bola terjadi pada 1964.

Baca Juga: Imbas Kejadian Di Malang, Duel Persib Vs Persija Resmi Ditunda, Thomas Doll dkk Langsung Balik ke Jakarta

Peristiwa yang dikenal dengan Estadio Nacional Disaster, tentu menjadi yang paling mengerikan sepanjang sejarah.

Dilansir BolaSport.com dari BBC, bencana di Estadio Nacional, Lima merupakan salah satu yang terparah dalam sepak bola dunia.

Momen nahas tersebut terjadi dalam pertandingan antara timnas Peru dan Argentina dalam kualifikasi Olimpiade Musim Panas 1964.

Laga antara Peru dan Argentina tercatat disaksikan oleh sekitar 53000 penonton dari kedua belah pihak.

Kronologi kejadian di Estadio Nacional bermula dari wasit Angel Eduardo Pazos yang menganulir gol Peru.

Saat itu Peru dalam keadaan tertinggal 0-1 dari Argentina.

Keputusan dari sang pengadil lapangan tersebut membuat pendukung tuan rumah tak terima dan marah sehingga memicu bentrok antar suporter.

Baca Juga: 2 Pelajaran dari Peristiwa Hillsborough yang Bisa Diterapkan di Tragedi Kanjuruhan

Tidak hanya itu pendukung Peru turut melakukan invasi ke dalam lapangan pertandingan dan berhadapan dengan aparat keamanan.

Sama seperti tragedi di Kanjuruhan, gas air mata turut ditembakkan ke arah tribune penonton guna menghalau agar suporter tidak banyak lagi turun ke lapangan.

Eksodus besar dari penonton di tribune membuat kepanikan luar biasa untuk menghindari semprotan gas air mata.

Ribuan penonton penuh sesak menuju pintu keluar tribune utara yang sempit dan apesnya kondisinya dalam posisi terkunci.

Para suporter lainnya juga tidak mampu keluar mencari pintu keluar lain akibat berdesak-desakan dengan ribuan orang.

Akibatnya, tak kurang dari 328 korban jiwa meninggal dunia akibat peristiwa tadi.

Jorge Salazar, seorang wartawan dan profesor yang menulis sebuah buku tentang bencana tersebut, mengatakan bahwa masyarakat Peru mengalami pergolakan besar.

TWITTER.COM/SSHIOO_13
Peristiwa Estadio Nacional Disaster di Lima, Peru, menjadi salah satu tragedi paling kelam sepanjang sejarah sepak bola internasional.

Baca Juga: Kemenangan AC Milan Dibayar 3 Cedera, Stefano Pioli Tak Ambil Pusing

"Di Peru, orang berbicara untuk pertama kalinya tentang keadilan sosial," kata Jorge Salazar, dikutip BolaSport.com dari BBC.

"Ada banyak demonstrasi, gerakan pekerja dan partai komunis."

"Aliran kiri cukup kuat dan ada bentrokan permanen antara polisi dan rakyat," ucap Salazar menambahkan.

Jika tragedi di Estadio Nacional, Lima menjadi nomor satu sebagai peristiwa kelam dalam sepak bola dunia, maka insiden di Stadion Kanjuruhan berada tepat di bawahnya.

Peristiwa nahas di Malang tersebut mengungguli tragedi Accra Sports Stadium (126 korban jiwa) dan Hillsborough (96 korban jiwa).

Perihal penggunaan gas air mata untuk pengendalian massa, larangan sudah dikeluarkan oleh FIFA.

FIFA mengatur pelarangan penggunaan gas air mata dalam pasal 19 b) yang berbunyi 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used'.

Hal itu mengartikan bahwa penggunaan senjata api atau gas untuk mengendalikan kerumunan orang dilarang digunakan dan dibawa.