Gas Air Mata, Pangkal dari Tragedi Kelam di Kanjuruhan dan Estadio Nacional

By Bonifasius Anggit Putra Pratama - Minggu, 2 Oktober 2022 | 13:01 WIB
Kerusuhan yang kabarnya menimbulkan banyak korban jiwa terjadi usai laga Arema FC vs Persebaya di Liga 1, Sabtu (1/10/202) di Stadion Kanjuruhan, Malang. (TOMMY NICOLAS/BOLASPORT.COM)

Akibatnya, tak kurang dari 328 korban jiwa meninggal dunia akibat peristiwa tadi.

Jorge Salazar, seorang wartawan dan profesor yang menulis sebuah buku tentang bencana tersebut, mengatakan bahwa masyarakat Peru mengalami pergolakan besar.

TWITTER.COM/SSHIOO_13
Peristiwa Estadio Nacional Disaster di Lima, Peru, menjadi salah satu tragedi paling kelam sepanjang sejarah sepak bola internasional.

Baca Juga: Kemenangan AC Milan Dibayar 3 Cedera, Stefano Pioli Tak Ambil Pusing

"Di Peru, orang berbicara untuk pertama kalinya tentang keadilan sosial," kata Jorge Salazar, dikutip BolaSport.com dari BBC.

"Ada banyak demonstrasi, gerakan pekerja dan partai komunis."

"Aliran kiri cukup kuat dan ada bentrokan permanen antara polisi dan rakyat," ucap Salazar menambahkan.

Jika tragedi di Estadio Nacional, Lima menjadi nomor satu sebagai peristiwa kelam dalam sepak bola dunia, maka insiden di Stadion Kanjuruhan berada tepat di bawahnya.

Peristiwa nahas di Malang tersebut mengungguli tragedi Accra Sports Stadium (126 korban jiwa) dan Hillsborough (96 korban jiwa).

Perihal penggunaan gas air mata untuk pengendalian massa, larangan sudah dikeluarkan oleh FIFA.

FIFA mengatur pelarangan penggunaan gas air mata dalam pasal 19 b) yang berbunyi 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used'.

Hal itu mengartikan bahwa penggunaan senjata api atau gas untuk mengendalikan kerumunan orang dilarang digunakan dan dibawa.